Translate
Rabu, 19 Februari 2014
Rabu, 15 Januari 2014
perkembangan religi pada anak
PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL ANAK
A.
Pengertian
Perkembangan
Menurut Hurlock (1980) mengemukakan bahwa
perkembangan berarti buka sekedar penembahan ukuran tinggi dan berat badan
seseorang atau kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari
banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Sedangkan menurut Baltes (1987)
perkembangan meliputi gains (growth)
dan losses (decline), jadi sepanjang
hidup individu selain ada pertumbuhan juga ada penurunan.
Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa perkembangan merupakan pertumbuhan segala sesuatu yang ada didalam diri
kita baik afektif, kognitif maupun psikomotorik yang dipengaruhi lingkungan,
pengalaman dan kematangan yang juga disertai dengan kemunduran/penuaan. Adapun
tahapan perkembangan anak menurut hurlock (1980) yaitu:
f. Masa
bayi baru lahir (dari kelahiran sampai akhir minggu ke dua).
g. Masa
bayi (mulai akhir minggu kedua – 2 tahun).
h. Awal
masa kanak-kanak (usia 2-6 tahun).
i.
Akhir masa anak-anak (6-12 tahun).
Perkembangan mencangkup proses-proses biologis (biological process), kognitif (cognitive process), sosioemosional (sosioemotional process), perkembangan moral
dan perkambangan minat terhadap agama.
B.
Perkembangan
Minat Anak-Anak Awal Terhadap Agama
Pada masa ini, menurut Hurlock (1980), keingintahuan
anak tentang masalah-masalah agama menjadi besar dan anak senang mengajukan
banyak pertanyaan (terutama pada akhir masa ini). Anak menerima jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan tanpa ragu-ragu. Konsep anak tentang agama
adalah realistis, dalam arti nak menafsidrkan apa yang didengar dan dilihatnya
sesuai aapa yang sudah diketahuinya. Misalnya, tuhan berambut panjang dan
berjenggot, malaikat bersayap putih, surga adalah tempat dimana segala
keinginan dipenuhi.
Minat
anak pada agama bersifat egosentris, contoh: menurut anak, santa claus akan
membawakan semua yang ia inginkan. Juga ada pada tahapan dongeng, artinya anak
menerima semua keyakinan dengan unsur yang tidak nyata. Cerita-cerita alkitab
dan upacara-upacara agama sangat menarik perhatianny, sehingga anak sangan
senang dilibatkan pada upacara-upacara agama.
C.
Perkembangan
Minat Anak-Anak Akhir Terhadap Agama
Pada
masa anak-anak akhir minta terhadap agamaditampkn melalui:
1. Banyak
bercakap dengan temannya tentang agama, tettapi lebih dipusatkan tentang tata
ibadat daripada tentang doktrin. Juga tentang hal-hal seperti surga, neraka,
malikat atau iblis.
2. Minat
mengikuti upacara keagamaan masih kuat.
3. Karena
kemampuan menalar mereka makin meningkat, mulai muncul kebingungan dan keraguan
yang cenderung melemahkan kepercayaan (terutama pada akhir masa ini)
4. Minjat
pada doa biasanya berkurang karena merasa sebagian besar doanya tidak terjawab.
Tingkat regiliusitas individu sangat dipengaruhi
oleh oerkembangan minat agama pada saat anak-anak, sehingga orang tua perlu
memerhatikan kegeitan keagamaanbagi anaknya.untuk skank-kanak akhir, sudah bisa
dilatih untuk membacaaj dan agar anak tertarik bisa diberikan kitab khusu untuk
anak-anak. Kegiatan keagamaan yang sesuai dengan usianyajuga perlu
diperkenalkan dan anak diltih untuk ikut aktif menghadiri. Berbagai penelitian
telah menunjukan bahwa bahwa ajaran agama yang dihayati merupakan suaatu buffer
atau penyangga untuk perkembangan yang positiv fungsi psikologis individu.
Memang belum banyak penelitian yang dilakukan pada anak berkaitan dengan sejauh
mana peran agama dalam kehidupan anak. Namun berbagai pennelitian ( Bridge
& moore ) 2002 dengan subjek remaja telah menunjukan hasil bahwa agama
berefek positiv, yaitu menghindarkan remaja dari deliquency (kenakalan remaja),
poenggunaan Narkoba, perilaku seksual, dan mereka cenderungberprilaku positive
sebagai prilaku prososial, memahami nilai-nilai moral, serta memiliki
kepribadian dan kesehatan mental yang baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Volling, mahoney dan
Raur 2009 menunjukan bahwa kehidupan keagamaan anak dipengaruhi oleh
religiusitas orangtuanya. Orang tua yang religius akan mendorong anak-anaknya
mengikuti keghiatan-kegiatan keagamaan sehingga mempengaruhi munculnya
prilaku-prilaku positive seperti self control yang lebih baik, perkembangan
suara hati (hati nurani) serta problem-problem prilaku internal dan eksternal
yang sedikit.
D.
Perkembangan
Minat Remaja Terhadap Agama
Sejalan dengan perkembangan kesadaran moralitas,
perkembangan keagamaan , yang erta hubungannya dengan perkembangan intelektual
disamping emosionakl dan volisional, mengalami perkembangan. Para ahli umumnya
( Zakiah, Starbuch, William) sependapat bahwa pada garis besarnya perkembangan
keagamaan itu dapat dibagi menjadi dalam tiga tahapanyang secara kualitatif
menunjukan karakteristik yang berbeda. Adapun penghayatan keagamaan remaja
adalah sebagai berikut:
1. Masa
remaja awal, yang ditandai oleh hal-hal berikut:
a. Sikap
negatif ( meskipun tidak selalu terang-terangan) disebabkan alam pikiranya yang
kritis melihat kenyataan orang-orang beragama secara pura-pura yang pengakuan
dan ucapannya tidak selalu selaras dengan perbuataanya.
b. Pandangan
dalam hal keutuhannya menjadi kacau karena ia banyak membaca atau mendengar
barbagi konsep dan aliran pemikiran atau paham banyak yang tidak cocok atau
bertentangan satu sama lain.
c. Penghayatan
rohaniahnya cenderung skeptis sehingga banyak yang enggan melakukan berbagai
kegiatan ritual yang selama ini dilakukannya dengan penuh kepatuhan.
2. Masa
remaja akhir yang ditandai oleh hal-hal berikut ini:
a.
Sikap kembali, pada umumnya kearah
positif dengan tercapainya kedewasaan intelektual bahkan agama dapat menjadi
pegangan hidupnya menjelang kedewasaan.
b.
Pandangan dalam hal ketuhanan
dipahamkannya dalam konteks agama yang dianut dan dipilihnya .
c.
Penghayatan rohaniahnya kembali tenang
melalui proses identifikasi dan merindu puja, ia dapat membedakan antara agama
sebagai doktrin atau ajaran dan manusia penganutnya, yang baik dan yang tiak.
Ia juga memahami bahwa terdapat berbagai aliran pemikiran atau paham dan jenis
keagamaan yang penuh toleransi dan seygyanya diterima sebagai kenyataan yang
hidup didunia ini.
E.
Issue
dan Solusi Terhadap Aksi Anarkis FPI Terhadap Pengaruhnya Kepada Anak.
Saat
ini sangat ramai sekali diperbincangkan masalah aksi-aksi anarkis FPI yang
berlabelkan agama islam dengan tameng nilai-nilai islam nya melakukan aksi-aksi
anarkis terhadap golongan-golongan masyarakat yang dianggap sesat atau
menyimpang dari agama. Aksi-aksi anarkis ini merupakan aksi-aksi yang sangat
tidak etis bila dilihat oleh anak-anak, seperti memukul, menendang, menembak
bahkan menganiaya sesama manusia. Tentunya ini dapat mempengaruhi perkembangan
agama seorang anak.
Sangatlah
mungkin bila seorang anak menjadi anarkis dan sangat berlaku tidak wajar ketika
pada saat membela agamanya. Karena apa yang dia lihat adalah hal-hal yang
seperti itu. Padahal sudah ditekankan di
negara ini terhadap toleransi beragama, tentunya ada cara-cara atau hal-hal yang
lebih baik dalam menghadapi hal-hal yang di anggap menyimpang dari agama,
tentunya bukan dengan cara kekerasan.
Tentunya
hal ini menjadi peran orang tua terhadap perkembangan agama untuk anaknya,
sedini mungkin seorang anak sudah diajarkan tentang toleransi beragama dan
bagaimana menciptakan kerukanan antar umat beragama.
Daftar pustaka
Agustin, Nurihsan. (2011). DINAMIKA PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA
(Tinjauan Psikologis, Pendidikan, dan bimbingannya). Bandung. PT Reflika
Aditama.
Soetjiningsih. (2012). PERKEMBANGAN ANAK
(Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-kanak Akhir). Jakarta. PRENADA MEDIA
GROUP.
Perkembangan Kognitif Pada Anak
PERKEMBANGAN KOGNITIF ANAK
A.
Pengertian
Perkembangan
Menurut Hurlock (1980) mengemukakan bahwa
perkembangan berarti buka sekedar penembahan ukuran tinggi dan berat badan
seseorang atau kemampuan seseorang, melainkan suatu proses integrasi dari
banyak struktur dan fungsi yang kompleks. Sedangkan menurut Baltes (1987)
perkembangan meliputi gains (growth)
dan losses (decline), jadi sepanjang
hidup individu selain ada pertumbuhan juga ada penurunan.
Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa perkembangan merupakan pertumbuhan segala sesuatu yang ada didalam diri
kita baik afektif, kognitif maupun psikomotorik yang dipengaruhi lingkungan,
pengalaman dan kematangan yang juga disertai dengan kemunduran/penuaan. Adapun
tahapan perkembangan anak menurut hurlock (1980) yaitu:
1. Masa
bayi baru lahir (dari kelahiran sampai akhir minggu ke dua).
2. Masa
bayi (mulai akhir minggu kedua – 2 tahun).
3. Awal
masa kanak-kanak (usia 2-6 tahun).
4. Akhir
masa anak-anak (6-12 tahun).
Perkembangan mencangkup proses-proses biologis (biological process), kognitif (cognitive process), dan sosioemosional (sosioemotional process).
B.
Perkembangan
Kognitif Anak
Proses kognitif meliputi perubahan perubahan pada
pada pemikiran, intelegensi dan bahasa. Berdasarkan tahapan perkembangan
individu maka proses perkembangan kognitif pada anak dapat dilihat pada
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap
Sensoris motorik (0-2 tahun).
Piaget
mengatakan bahwa pada periode ini ditandai oleh penggunaan senso motorik (dalam
pengamatan dan pengindraan) yang intensif terhadap dunia sekitarnya. Prestasi
intelektual yang dicapai dalam periode ini ialah perkembangan bahasa, hubungan
tentang objek, kontrol skema, kerangka berpikir, pembentukan pengertian,
pengenalan hubungan sebab-akibat. Prilaku kognitif yang nampak antara lain:
a. Menyadari
dirinya berbeda dari benda-benda sekitarnya
b. Sensitif
terhadap rangsangan suara dan bahaya.
c. Mencoba
bertahan pada yang menarik.
d. Mendeskripsikan
objek/ benda dengan memanipulasinya.
e. Mulai
memahami ketepatan makna suatu objek meskipun lokasi dan posisinya berubah.
Namun teori piaget diatas dikritik oleh Santrock
(1995) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
a. Suatu
dunia yang nyata telah dibangun jauh lebih awal pada masa bayi dibandingkan
dengan yang dibayangkan piaget.
b. Memori
dan bentuk-bentuk kegiatan simbolis lainya terjadi sekurang-kurangnya pada
semester kedua tahun pertama.
Santrock juga mengatakan bahwa perkembangan
Persepsi, perkembangan konsep dan memori bayi sudah berkembang lebih awal yaitu
sejak bayi berusia 4-6 bulan. Pengalaman seorang bayi pada saat berusia enam
bulan ternyata masih dapat diingatnya hingga 2 tahun kemudian. Jadi kemampuan
mengingat bayi terjadi jauh lebih awal dibandingkan pendapat-pendapat yang dulu
dan daya ingatnya juga lebih baik.
2. Tahap
Pra-operasional (2-7 tahun)
Menurut
Piaget periode ini terbagi kedalam dua tahapan ialah:preconceptual (2-4 tahun)
dan intuitive (4-7 tahun). Periode preconceptual ditandai dengan cara berpikir
yang bersifat transduktif (menarik konklusi tentang suatu yang khusus atau
dasar hal ksusus; sapi disebut juga kerbau) pada tahap ini bentuk pemikiran
dibagi menjadi dua macam yaitu:
a. Ergosentris,
suatu ketidak mampuan untuk membedakan antara perspektif dirinya dengan
perspektif oranglain.
b. Animisme,
keyakinan bahwa objek yang tidak bergerak mempunyai kehidupan dan dapat
bertindak.
Periode Intuitive, pada tahap ini anak
mulai menggunakan penalaran primitive dan ingin tahujawaban atas semua
pertanyaan. Anak mengatakan mengetahui sesuatu tanpa menggunakan pemikiran
rasional. Pada tahap ini anak sudah mampu memahami angka-angka walaupun masih
secara terbatas. Namun pada tahapan akhir
ini kemampuannya menjadi lebih baik. Adapun perilaku kognitif yang
nampak pada tahap Pra-operasional antara lain:
a. Self-centered
dalam memandang dunianya
b. Dapat
mengklasifikasikan objek-objek dasar satu ciri tertentu yang memiliki ciri yang
sama, mungkin pula memiliki perbedaan dalam hal lainya.
c. Dapat
melakukan koleksi benda-benda berdasarkan suatu ciri dan kriteria tertentu.
d. Dapat
menyusun benda-benda, tetapi belum dapat menarik inferensi dari dua benda yang
tidak bersentuhan meskipun terdapat dalam susunan yang sama.
3. Tahap
Operasional Konkret (7-11 tahun)
Pada tahapan ini,
pemikiran logis menggantikan pemikiran intuitif. Konsep yang semula samar-samar
dan tidak jelas kini menjadi konkret.pada tahapan ini perkembangan kognitif
dapat terlihat dari:
a. Konservasi,
yaitu kemampuan anak untuk memahami bahwa suatu zat/objek/benda tetap memiliki
substansi yang sama walaupun mengalami perubahan dalam penampilan
b. Klasifikasi,
yaitu kemampuan anak untuk mengelompokan/mengkasifikasi benda dan memahami
hunungan antar benda tersebut.
c. Seriation,
yaitu kemampuan anak untuk mengurutkan sesuai deimensi kuantitaifnya.
d. Transtivity,
yaitu kemampuan anak memikirkan relasi gabungan secara logis.
C.
Permasalahan
dalam Perkembangan Kognitif
Kemampuan kognitif anak harus dikembangkan secara
optimal karena menyangkut kemampuan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari anak. Namun,dalam perkembangannya, ditemukan kesulitan kesulitan
yang dihadapi anak diantaranya: anak sulit mengerti bila dijelaskan tentang
sesuatu, lambat dalam mengerjakan sesuatu, atau keliru dalam menyelesaikan
suatu persoaalan, sulit berkonsentrasi. Permasalahan kognitif dapat pula
menyangkut intelgensi rendah yang disebut retardasi mental (lemah mental).
Lemah mental dibagi menjadi tiga golongan yaitu: ringan dengan iQ 50-70, sedang
dengan iQ 35-49, dan berat dengan iQ 20-34.
Permasalahan kognitif juga dapat berupa kretinisme
yaitu keadaan jasmani dengan tanda-tanda bdannya cebol, kulit muka dan badan
tebal berlipat-lipat, muka menggembung dan tampak bodoh. Lidahnya menjulur
keluar dan dahinya penuh dengan rambut. Penyebab kretinisme ini adalah gangguan
perkembangan kelenjar thyroid. Anak kretin ini biasanya mulai berbicara dan
berjalan lebih lambat dari pada anak normal, umur mental nya hanya mencapai
umur mental 3 sampai 4 tahun, sehingga dapt dikategorikan sebagai mental lemah.
D.
Issue
dan Solusi Terhadap Anak yang Lambat dalam Kemampuan Membaca.
Membaca merupakan keterampilan khusus yang sangat
penting yang harus dimiliki setiap anak. Karena dengan membaca otomatis akan
mempengaruhi perkembangan kognitifnya. Kemampuan membaca yang kurang baik dapat
mempengaruhi proses perkembangannya seperti dalam proses pembelajaran
disekolah.
Jika dilihat dari tahapan perkembangan kognitif pada
anak, kemampuan membaca seharusnya sudah dapat dikembangkan pada tahapan
Pre-operasional period yaitu pada saat anak-anak berumur 2-7 tahun. Karena pada
tahapan ini anak memiliki kemampuan memusatkan perhatian dan pikiranya,
memiliki kemampuan menganalisis tugas, dan memiliki ingatan memori yang jauh
lebih baik pada saat masih balita.
Tentunya kesulitan dalam membaca bagi anak dapat
dihindari dengan cara memberikan perhatian dan pembelajaran yang tepat pada
tahapan perkembangan Pra-operasional agar perkembangan kognitifnya menjadi
maksimal. Piaget dan Vygotsky mengatakan bahwa Orang lain dan bahasa merupakan
faktor yang sangat penting dalam perkembangan Kognitif pada tahapan ini. Karena
anak-anak dapat mengembangkan konsep-konsep sistematis, logis dan rasional
sebagai akibat dari percakapan dengan orang lain yang ahli.
Zone of proximal Development (ZPD) merupakan konsep
dari Vygotsky yang dapat digunakan untuk meningkatkan perkembangan kognitif
pada anak. Konsep ini menekankan pada bimbingan orang tua atau orang dewasa
yang lebih terampil, artinya dalam kasus membaca orangtua lah yang secara
langsung sangat berperan penting dalam proses pembelajaranya. Vygotsky juga
mengatakan bahwa dialog merupakan alat yang penting dalam konsep ZPD,
komunikasi dan cara penyampaian informasi kepada anak pun harus diperhatikan
dengan baik.
Daftar pustaka
Agustin, Nurihsan. (2011). DINAMIKA PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA
(Tinjauan Psikologis, Pendidikan, dan bimbingannya). Bandung. PT Reflika
Aditama.
Soetjiningsih. (2012). PERKEMBANGAN ANAK
(Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-kanak Akhir). Jakarta. PRENADA MEDIA
GROUP.
Perkembangan Moral Pada Anak
Perkembangan Moralitas Anak
A.
Pendahuluan
Perkembangan penalaran moral berkaitan dengan aturan
dan konvensi tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh seseorang dalam
interaksinya dengan orang lain. Perkembangan moral dapat terlaksana apabila:
1. Anak
sudah mampu bernalar atau berfikir tentang aturan-aturan yang menyangkut etika
perbuatan. Fokusnya adalah pada penalaran yang digunakan oleh anak untuk
membenarkan suatu keputusan moral.
2. Perilaku
anak sesuai dengan suasana dan lingkungan moral.
3. Anak
merasa bersalah apabila melanggar aturan yang telah ditetapkan dan sebaiknya ia
merasa senang bila dapat melawan godaan.
Moralitas atau moral adalah istilah yang berasal dri
bahsa latin mos yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Secara harfiah istilah
moral berarti sama dengan istilah etika, tetapi dalam praktiknya istilah moral
telah jauh dari istilah harfiahnya. Moral atau moralitas ini dilandasi oleh
niali-nilai tertentu yang diyakini oleh orang-orang tertentu sebagai sesuatu
yang baik atau buruk, sehuingga pada akhirnya dapat membedakan mana yang patut
dilakukan dan perkara mana yang harus ditinggalkan. Setidaknya ada enam prinsip
moral yaitu:
1. Prinsip
keindahan
2. Prinsip
persamaan
3. Prinsip
kebebasan
4. Prinsip
kebaikan
5. Prinsip
keadilan
6. Prinsip
kebenaran
Secepat individu menyadari bahwa ia
merupakan bagian anggota dari kelompoknya, secepat itu pula pada umumya
individu menyadari bahwa terdapat aturan-aturan prilaku yang boleh atau tidak
boleh, harus atau terlarang melakukannya. Aturan-aturan yang boleh atau tidak
boleh itu disebut moral. Proses penyadaran moral tersebut berangsur tumbuh
melalui interaksi dengan lingkungannya di mana ia mungkin mendapat larangan,
suruhan, pembenaran atau persetujuan, kecaman atau ancaman, atau merasakan
akibat-akibat tertentu yang mungkin menyenangkan atau memuaskan mungkin pula
mengecewakan dari perbuatan yang dilakukannya.
B.
Perkembangan
Moral Pada Masa Anak-Anak Awal
Mengacu
pada teori perkembangan moral, anak-anak usia pra sekolah yang penalaran
kognitif ada pada tahap pra-operasional, perkembangan moralnya juga masih
terbatas. Perkembangan pada tahap ini merupakan penalaran oral yang
prakonvesional. Penalaran moral pada tahap ini mendasarkan pada objjek di luar
iindividu sebagai ukuran benar atau salah. Anak pada masa ini ada pada stadium orientasi
patuh dan takut hukuman.
Pada
tahap ini anak menilai semua perbuatannya sebagai benar atau salah berdasarkan
akibat-akibatnya dan bukan berdasarkan motivasi yang mendasarinya. Masa-masa
ini merupakan masa penegakan disiplin. Menurut Hoffman (Hurlock, 1980)
pertumbuhan moral anak erat hubungannya dengan kegiatan mendisiplinkan anak.
1. Kedisiplinan anak
Disiplin merupakan cara orangtua
mengajarkan anak-anak nya perilakun moral yang diterima kelompok. Tujuannya
adalah untuk memberitahukan kepada anak perilaku mana yang baik dan mana yang
buruk dan mendorongnya untuk berprilaku sesuai dengan standar-standaryang
ditetapkan. Melalui disiplin, anak dapat belajar berprilaku dengan cara yang
diterima oleh masyarakat. Pokok utama disiplin sebenarnya dalah peraturan,
yaitu pola tertentu yang ditetapkan untuk mengatur pola prilaku anak. Jadi
sebaiknya orang tua membuat peraturan yang sesuai dengan usia dan perkembangan
anak, yang dapat dimengerti dan diterima anak, yang diterapkan oleh konsisten
oleh siapapun agar upaya mendisiplinkan anak dapat berjalan dengan baik.
Ada
empat unsur dalam disiplin yaitu (Hurlock, 1980):
a.
Peraturan sebagai pedoman perilaku
b.
Konsistensi dalam menerapkan peraturan
dan cara yang digunakan.
c.
Hukuman bagi pelanggaran peraturan.
d.
Hadiah atau penghargaan untuk perilaku
yang sesui dengan peraturan.
2. Disiplin yang efektif
Disiplin yang diterapkan pada anak
hendaknya memang berkaitan dengan upaya pembentukan prilaku positif yang penting dimiliki oleh
anak, dan disesuaikan dengan perkembangannya. Oleh karena itu harus ditunjukan
untuk mengevaluasi prilaku positif dari anak, yang ditampakan dalam lima
kriteria disiplin yang efektif, yaitu:
a.
Anak merasa disiplin itu penting
baginya.
b.
Dipatuhi dan dilakukan dengan semangat.
c.
Mengajarkan ketrampilan hidup dan
keterampilan sosial yang bernilai untuk karakter yang baik.
d.
Membantu anak mengembangkan keyakinan
bahwa mereka memiliki kemampuan.
Pengenalan
disiplin kepada anak oleh orangtua harus dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan dan penuh kasih sayang, demikian juga yang harus dilakukan oleh
guru kepada peserta didiknya. Jones (2000). Mengmukakan beberapa teknik
disiplin yang efektif yaitu:
a.
Ignoring, dilakukan dengan cara
mengabaikan anak bila melakukan perbuatan yang salah.
b.
Modeling, imitasi merupakan salah satu
metode efektif untuk belajar sesuatu bagi anak.
c.
Rules, artinya dibuat secara adi; dan
rasionable dan berilah penjelasan kepada anak sesuai dengan kemampuan
kognitifnya mengapa aturan itu dibuat.
d.
Time out, bila anak melanggar aturan,
maka diberi waktu beberapa saat untuk anak memahami bahwa mereka telah
berprilaku yang tidak diterima.
e.
Natural and logical consequences, anak menerima konsekuensi apabila tidak mau
melakukan aturan.
f.
Allowing child to take a risk, bila anak
melanggar maka anak akan mengalami resikonya.
g.
Restricting acti tvities to specific
places, perilaku tertentu dapat dilakukan disuatu tempat, tetapi tidak di
tempat lain.
h.
Anticipating situation that my produce
stress of children, mempersiapakan anak
menghadapi situasi tertentu agar tidak stress.
i.
Planning and Structuring
activities, aktivitas yang terencana da
terstruktur dan tidak berlebihan yang sesuai dengan usia anak.
j.
Building children self-esteem, membantu
anak untuk memperoleh kepercayaan diri dan memperbaiki self-conceptnya agar
self-esteemnya meningkat, dengan cara memerhatikan anak saat being good dan
memberi pujian.
k.
Stating expectation in advance, membuat
anak mengetahui apa yang diharapkan dan harus tertulis.
l.
Giving “I” statements, berbagi perasaan
dari pada menyalahkan anak.
m.
Encouraging children to set rules for
themselves, memberi pemahaman bahwa baturan dibuat untuk dirinya sebagai alat
kontrol perilakunya.
3. Pelanggaran
Anak dapat melakukan berbagai macam
pelanggaran namun bentuk yang sering dilakukan adalah ketidakteraturan, menisap
ibu jari, mengompol, membuat suasana ribut, ledakan amarah, berbohong, merusak,
bermain curangdan menggeluyur. Namun pada masa anak awal, pelanggran yang
dilakukan berkaitan juga dengan belum matangnya anak, yang berangsur-angsurakan
berkurang dengan bertambah nya usia.
4. Manfaat Disiplin
Oleh sebab itu kedisiplinan harus
dilatihkan kepada anak sejak awal agar anak mempunyai kebiasaan berprilaku yang
baik, tertib yang akan sngat berguna dalam mendukung perkembangaa aspek-aspek
lainya dan untuk krhidupan kelak. Melalui disiplin anak akan:
a.
merasa aman, karena ia akan tahu mana
yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan.
b.
Membantu anak menghindari perasaan
bersalah dan rasa malu akibat perilaku yang salah.
c.
Memungkinkan anak hidup menurut standar
yang disetujui kelompok sosial.
d.
Merasa disayang dan diterima akibat dari
reward perlakukan baiknya.
e.
Pendorong ego yang mendorong anak
mencapai apa yang diharap darinya.
f.
Membantu anak dalam mengembangkan hati
nuraninya karena “suara dari dalam” membimbing anak membuat keputusan dan
mengendalikan perilakunya.
5. Hukuman
Dalam upaya mendisiplinkan anak, kadang
kala ada orang tua yang menerepkan pemberian hukuman dalam beberapa bentuk,
namun seringkali dalam bentuk hukuman fisik.
Menurut
Gershoff (Santrock, 2007), hukuman fisik berkorelasi dengan rendahnya tingkat
kesadaran dan aggresivitas pada anak, rendahnya tingkat internalisasi moral,
dan kesehatan mental yang lebih rendah. Beberapa pendapat menyatakan perlunya
menghindari hukuman dengan alasan sebagai berikut:
a.
Orangtua yang menghukum anaknya derngan
berterriak, menjerit, dan memukul akan menjadi model lepas kendali ketika
menghadapi situasi yang menekan bagi anal-anaknya.
b.
Hukuman bisa menanamkan rasa takut,
kemarahan dan penghindaran.
c.
Hukuman memberi onformasi pada anak
tentang apa yang tidak boleh dilakukan bukan apa yang harus dilakukan.
d.
Hukuman bisa bersifat menyiksa. Walaupun
sebenernya orangtua tidak bermaksud demikian.
Mengingat
efek yang ditimbulkan dari pemberian hukuman, kebanyak psikolog anak
merekomendasian agar orang tua menghindari terutama hukuman fisik, dan apabila
apabila anak melakukan kesalahan lebih baik mengajak anaknya berpikir logis,
yaitu menjelaskan akibattindakan anak khususnya terhadap orang lain.
Hukuman
seringkali mengakibatkan seseorang menjadi merasa down dan “buruk”. Ada tiga
efek negatif hukuman yang dapat muncul yag disebut dengan three R’s of
Punishment, yaitu prilaku:
a.
Rebellion
b.
Revenge
c.
Retreat.
C.
Perkembangan
Moral pada Masa Anak-anak Akhir
·
Anak berbuat baik bukan untuk mendapat
kepuasan fisik, tetapi untuk mendapatkan kepuasan psikolog yang diperoleh
melalui persetujuan sosial.
·
Karena lingkungan lebih luas, kaidah
moral sebagian besar ditentukan olah norma-norma yang terdapat dalam
kelompoknya.
·
Usia sekitar 10-12 tahun sudah mengenal konsep moralitas
seperti kejujuran, keadilan, dan kehormatan.
·
Oerbuatan baik-buruk dilihat dari apa
motif melakukan hal tersebut.
1. Disiplin Pada Masa Anak-anak akhir.
Disiplin dapat dilakukan dengan beberapa cara
(Papalia dkk, 2008), antara lain:
a.
Penarikan kasih sayang.
Adalah
bentuk disiplin dimana orang tua menahan pemberian atensi atau kasih sayang
terhadap anak.
b.
Penegakan kekuasaan.
Adalah
teknik disiplin dimana orang tua mencoba untuk mengambil alih kontrol dari si
anak atau mengambil alih sumber daya yang dimiliki anak.
c.
Induksi
Yaitu
teknik disiplin dimana orangtua menggunakan penalaran dan penjelasan tentang
konsekuensi perilaku anak terhadap oranglain.
Walaupun
ada berbagai hasil penelitian, namun model ketiga yaitu induksi, lebih
berhubungan secara positif dengan perkembangan moral dari pada penarikan kasih
sayang dan penegakan kekuasaan. Induksi lebih berhasil pada anak usia sekolah
dasar dibandingkan pada anak prasekolah, dan lebih berhasil pada anak dengan
status sosial ekonomi menengah daripada yang rendah.
1) Discipline style
Gaya
disiplin mempunyai pengaruh besar bpada keterampilan sosial anak. Hart dkk
(1992) mengemukakan ada tiga gaya disiplin, yaitu:
-
Permissive discipline style. Gaya
disiplin ini ditandai dengan kecenderungan orangtua untuk memenuhi keinginan
anak dan tidak memberi batasan yang tegas.
-
Power assertive discipline style.
Ditandai dengan pemberian perintah tanpa tujuan dan penjelasan atau dengan
menggunakan taktik mengancam atau hukuman fisik untuk mengontrol prilaku anak.
-
Inductive discipline style. Ditandai
dengan pemberian alasan, penjelasan sebab-akibat, penjelasan tentang
konsekuensinya, negoisasi dan umpan balik.
2) Jenis-jenis hukuman
Anak-anak yang tidak disiplin, biasanya
mendapat hukuman. Ada bermacam-macam hukuman yang masing-masing mempunyai efek
yang berbeda. Menurut Wilson (1999), jenis-jenis hukuman meliputi:
-
Physical punishment. Hasi;-hasil riset
secara konsisten menunjuka bahwa hukuman fisik bersifat negatif seperti
munculnya rasa marah, dendam dan rendah diri serta malu.
-
Spoken punishment. Berefek pada
self-esteem yang rendah.
-
Witholding rewards. Melarang anak
melakukan aktivitas yang menyenangkan karena prilaku buruknya dan reward
diberikan bila berprilaku positiv.
-
Penalties.anak harus memberikan sesuatu
yang berefek tidak menyenangkan karena prilaku salahnya.
3) Kaitan Perkembangan Moral dengan
Pengasuhan orangtua
Hasil penelitian Einsberg dan Valiate
2002. Menunjukan bahwa anak yang memiliki perkembangan moral yang baik adalah
anak yang orang tuanya memiliki kecenderyang orang tuanya memiliki
kecenderungan:
-
Hangat dan mendukung , kettimbang
menghukum.
-
Menggunakan disiplin model induktif
-
Memberi kesempatan untuk anak untuk
mempelajari dan memahami perasaan oranglain.
-
Melibatkan anak dalam pengambilan
keputusan keluarga dan dalam proses pemikiran mengenai keputusan moral.
-
Menjadi model penalaran dan prilaku
moral, menyediakan kesempatan bagi anak untuk melakukan hal tersebut.
-
Menyediakan informasi mengenai prilaku
apa yang dharapkan dan mengapa.
-
Membangun moralitas internal dan bukan
eksternal.
4) Pendidikan Moral anak
Orangtua berperan penting dalam
perkembanganan moral anak. Namun sayangnya kebanyakan orangtua tidak
mempraktekan pola asuh dan pendidikan tepat untuk mewujudkan keinginannya
tersebut. Seringkali orang tua menginginkan anaknya mempunyai prilaku yang
baik, tetapi tidak mengajarkan atau melatihnya padahal perilaku yang baik tidak
dapat terbentuk dengan sendirinya tetapi harus dibentuk. Hal ini disebabkan
karena faktor kepribadian, pengalaman attachment, kekurangan informasi,
cultural expectation, atau problem kesehatan mental.
Selain
dilakukan oleh orangtua secara langsung
pada anak, pendidikan moral dapat dilakukan dengan beberapa cara antaralain:
-
Kurikulum tersembunyi disekolah.
Kurikulum ini berupa atmosfer moral yang diciptakan oleh sekolah dan kelas,
orientasi moral dari para guru dan staff administrasi sekolah, serta memasukan
dalam materi teks pelajaran.
-
Pembelajaran pelayanan. Merupakan bentuk
pendidikan yang mengangkat tanggungjawab sosial dan pelayanan terhadap
komunitas.
-
Pendidikan karakter. Yaitu mengajarkan
anak untuk “melek moral” dengan memahami nilai-nilai karakter positif yang hrus
dimiliki untuk mencegah mereka melakukan prilaku immoral.
5) Karakter yang harus dikembangkan.
Menurut Indonesia Heritage (Megawangi,
2003), ada sembilan faktor yang penting dimiliki oleh setiap individu, yaitu:
-
Cinta kepada Allah SWT dan semesta
beserta isinya.
-
Tanggungjawab, disiplin, mandiri.
-
Jujur
-
Hormat dan santun.
-
Kasih sayang, peduli dan kerjasama
-
Percayadiri, kreatif, dan pantang
menyerah
-
Keadilan dan kepemimpinan
-
Baik dan rendah hati.
-
Toleransi, cinta damai dan persatuuan.
Selanjutnya
Megawangi (2003) menambahkan dalam proses pembentukan karakter ada tiga hal
yang berlangsung secara terintegrasi. Pertama , mengerti baik dan buruk ,
mengerti tindakan apa yang harus diambil dan mampu memberikan prioritas hal-hal
yang baik.
Kedua,
mempunyai kecintaan terhadap kebajikan dan membenci perbuatan buruk. Kecintaan
ini merupakan obor atau semangat untuk berbuat kebajikan. Ketiga, mampu
melakukan kebajikan, dan terbiasa melakukannya. Pada tahap ini, kebajikan sudah
diwujudkan dalam bentuk perilaku dan sudah menjadi tindakan yang bisa
dilakukan.
D.
Issu
mengenai Seks Bebas dan Solusiya
Di
negara kita saat ini, banyak sekali terjadi penyimpangan moral dan hal itu dilakukan oleh masyarakat
kita dari berbagai kalangan dan usia. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena
hal tersebut akan membawa dampak negatif pada keadaan negara kita. Ada banyak
contoh yang perlu anda ketahui yang termasuk dalam kategori penyimpangan moral.
Informasi tersebut diharapkan membuat anda paham tentang penyimpangan itu
sehingga mampu menemukan solusi yang tepat bagi permasalahan tersebut.
“Penyimpangan moral
tersebut bisa diakibatkan oleh budaya barat yang tidak disaring dengan baik
sehingga semuanya diserap oleh generasi muda kita. Dalam masa pubertas,
keinginan mereka untuk mencoba sangat besar dan sering mereka tidak memikirkan
resiko dari perbuatannya tersebut.”
Contoh
penyimpangan
moral dikalangan remaja adalah perilaku seks bebas, pemakaian
narkoba, budaya hedonisme dan juga gaya berpakaian yang tidak sepantasnya. Jika
hal ini dibiarkan maka generasi muda kita akan hancur dan bangsa ini akan jauh
dari kemajuan dan kemakmuran. Selain itu, hal tersebut akan membawa pengaruh
yang buruk pada system sosial negara kita. Penyimpangan tersebut sudah terjadi
sejak lama dan banyak orang yang menutup mata dan telinga dari kondisi ini.
Penyimpangan moral
tersebut bisa diakibatkan oleh budaya barat yang tidak disaring dengan baik
sehingga semuanya diserap oleh generasi muda kita. Dalam masa pubertas,
keinginan mereka untuk mencoba sangat besar dan sering mereka tidak memikirkan
resiko dari perbuatannya tersebut. Selain budaya barat, kondisi keluarga juga
menjadi penyebab dari penyimpangan moral pada kalangan remaja. Mungkin orang
tua lebih banyak menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja sehingga para
remaja tersebut kurang kasih sayang, pengawasan dan perhatian. Selain itu,
mereka juga butuh pengertian dan dukungan dari keluarga yang harusnya mereka
dapatkan sebagai seorang anak. Jika hal ini dibiarkan, penyimpangan tersebut
akan semakin parah.
Untuk mengatasi penyimpangan moral pada
remaja, peran orang tua sangat penting. Dengan orang tua yang selalu
mendampingi, mereka akan yakin bahwa mereka tidak sendiri sehingga apapun
kondisinya para remaja tersebut akan berani terbuka pada orang tua. Selain itu,
bimbinglah mereka dan arahkan mereka dengan baik. Sebagai contoh, anda bisa
mendorong para remaja untuk menyalurkan bakat dan hobi dengan cara yang benar
seperti les musik, olahraga dll.
Daftar pustaka
Agustin, Nurihsan. (2011). DINAMIKA PERKEMBANGAN ANAK DAN REMAJA
(Tinjauan Psikologis, Pendidikan, dan bimbingannya). Bandung. PT Reflika
Aditama.
Soetjiningsih. (2012). PERKEMBANGAN ANAK
(Sejak Pembuahan Sampai dengan Kanak-kanak Akhir). Jakarta. PRENADA MEDIA
GROUP.
http://www.siputro.com/2011/06/penyimpangan-moral-pada-remaja-dan-penanggulangannya/
Langganan:
Postingan (Atom)