1.
Model mengajar adalah
Pengertia model menurut
Fred Percipal (dalam Yunyun dkk, 2013:4) mengatakan bahwa “model is a physical
or conceptual representation of an object or system, incorporating certain
specisic features of the original.” Maksudnya dari pernyataan tersebut, model
adalah suatu penyajian fisik atau konseptual dari suatu objek atau system yang
mengkombinasikan/ menyatukan bagian-bagian khusus tertentu dari objek aslinya.
Sedangkan Briggs (dalam Yunyun dkk, 2013:5) mengatakan bahwa model adalah
“seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses, seperti
penilaian kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Sedangkan mengajar adalah
suatu perbuatan yang kompleks untuk menyampaikan pesan belajar.
Dalam konteks
pembelajaran, model adalah suatu penyajian fisik atau konseptual dari sistem
pembelajaran, serta berupaya menjelaskan keterkaitan berbagai komponen sistem
pembelajaran ke dalam suatu pola/kerangka pemikiran yang disajikan secara utuh.
(Yunyun dkk, 2013:6).
Berdasarkan hal diatas
maka dapat disimpulkan bahwa model mengajar adalah suatu system yang berisikan prosedur-prosedur
seperti penilaian, pemilihan media dan evaluasi yang dikaitkan terhadap sistem
pembelajaran.
2.
Pentignya Model mengajar
Model digunakan untuk
dapat membantu memperjelas prosedur hubungan, serta keseluruhan dari apa yang
didesain. Menurut Joyce dan Weil (dalam Yunyun dkk, 2013:6), ada beberapa
kegunaan dari model, antara lain:
a. Memperjelas
hubungan fungsional di antara berbagai komponen, unsur atau elemen sistem
tertentu.
b. Prosedure
yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dapat diidentifikasi
secara tepat.
c. Dengan
adanya model maka berbagai kegiatan yang dicakupnya dapat dikendalikan.
d. Model
akan mempermudah para administratir untu mengidentifikasikan komponen, elemen
yang mengalami hambatan, jika kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak efektif
dan tidak produktif.
e. Mengidentifikasi
secara tepat cara-cara untuk mengadakan perubahan jika terdapat ketidaksesuaian
dari apa yang telah dirumuskan.
f. Dengan
menggunakan model, guru dapat menyusun tugas-tugas belajar siswa menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu.
3.
Model Mengajar khusus untuk Penjas
menurut Metzler
A.
Direct Instruction
Metzler (2000)
mengatakan “direct Instruction is characterized by decidedly teacher-centered
decision and teacher directed engagement patterns for learners.” Artinya model
ini merupakan suatu model yang bersifat teacher-centered, artinya dalam PBM
segala keputusan, naik penyampaian informasi dan materi secara langsung
diberikan oleh guru.
Karakteristik model
pembelajaran ini menurut Slavin (dalam Yunyun dkk, 2013:46) adalah
1) Menginformasikan
tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. dalam fase ini guru
menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang
diharapkan.
2) Mereviu
pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam fase ini guru mengajukan
pertanyaan untuk mencangkup pengatahuan dan keterampilan yang telah dikuasai
siswa.
3) Menyampaikan
materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi. Menyajikan
informasi, memberikan contoh-contioh mendemonstrasikan konsep dan sebagainya.
4) Melaksanakan
bimbingan, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat
pemahaman siswa dan mengoreksi keslahan konsep.
5) Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam fase ini, guru memberikan
kesempatan atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
6) Menilai
kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu terhadap
hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberuikan umpan balik terhadap respon
siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
7) Memberikan
latihan mandiri. Dalam fase ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri
kepada sisea untuk meningkatkan pemahamannya kepada materi yang telah mereka
pelajari.
Sedangkan
peran guru dalam model ini menurut Djamarah (dalam Yunyun dkk, 2013:49)
mengatakan bahwa peran guru dalam pembelajaran langsung adalah “kreator,
inspirator, informatory, organisator, motivator, inisiator, fasilitator,
pembimbing, pengelola kelas, mediator supervisor”. Selain itu menurut Yunyun
dkk, (2013:48) peran guru dalam proses pembelajaran langsung adalah:
a) Sebagai
manusia nara sumber
b) Menjelaskan
tujuan pembelajaran
c) Mendemonstrasikan
keterampilan ataumenyajikan informasi secara bertahap.
d) Memberi
latihan terbimbimbing
e) Mengecek
kemampuan siswa dan memberi umpan balik
f) Menyiapkan
latihan untuk siswa
Peran
siswa dalam model pembelajaran langsung menurut Yunyun dkk (2013:49) adalah
sebagai berikut:
a) Siswa hanya mendengarkan ceramah/pelajaran
oleh guru(penerima informasi.
b) Siswa
menyampaikan pendapat dalam/dengan diskusi
c) Siswa
aktif saat guru memberi kesempatan seperti menjawab pertanyaan guru.
d) Siswa
mengerjakan semua aktivitas yang diperintahkan oleh guru.
e) Siswa
sebagai objek penyampai informasi
f) Siswa
mampu mengaplikasikan informasi yang didapat.
Langkah-langkah
model pembelajaran ini menurut Rosenshine (dalam Metzler 2000:163) adalah :
1) Revieuw
previously learned material, pada fase ini biasanya guru berperan dalam
menjelaskan TPK, materi prasyarat, memotivasi siswa dan mempersiapkan siswa.
2) Presenting
new content skill, pada fase ini guru berperan dalam mendemostrasikan
keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
3) Initial
student practice, pada fase ini guru memberikan latihan terbimbing.
4) Feedback
and correctives, pada fase ini seorang guru berperan dalam mengecek kemampuan
siswa seperti memberi kuis dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi
untuk siswa.
5) Independent
practice, pada fase ini guru berperan dalam mempersiapkan latihan untuk siswa
dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.
B.
Model
Pembelajaran Personal
Model pembelajaran
personal menurut Yunyun dkk (2013:165) adalah “model pembejaran yang menekankan
pada pengembangan konsep diri setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan
proses individu dan membangun serta mengorganisir didrinya sendiri. Model pembelajaran
memfokuskan pada konsep diri yang kuat dan realistis untuk membantu membangun
hubungan yang produktif dengan orang lain dan lingkungannya”. Pembelajaran
secara personal adalah kegiatan mengajar
guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada
masing-masing individu. Ciri-ciri dari pembelajaran personal dapat ditinjau
dari segi:
1) Tujuan
pembelajaran
2) Siswa
sebagai subjek yang belajar
3) Guru
sebagai pembelajaran
4) Program
pembelajaran
5) Orientasi
dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran
Dalam
model pembelajaran ini terdapat beberpa strategi pembelajaran diantaranya
pengajaran tidak langsung, pelatihan kesadaran, sinektik, system konseptual,
dan pertemuan kelas.
1) Pengajaran
non directif. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membentuk kemampuan dan
perkembangan pribadi yakni kesadaran diri(self awarenes), pemahaman
(understanding), otonomi, dan konsep diri self concept).
2) Latihan
kesadaran. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan self eksploration and self
awareness. Titik beratnya pada perkembangan interpersonal awareness and
understanding and body and sensory awareness.
3) Model
pembelajaran pertemuan kelas. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membangun
suatu kelompom sosial yang saling menyayangi, saling menghargai, mempunyai
disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku positif.
Adapun peran dan
responsibility guru dan siswa dalam model ini menurut metzler (2000) adalah
sebagai berikut:
Operation or Responsibilty
|
who does it in PSI
|
starting class
|
each student starts topractice when he/she
arrives. There is no teacher-led starting procedure
|
Bringing equipment to class
|
the teacher check to see what tasks will
be practiced in class and brings the needed equipment
|
Dispersing and returning equpment
|
student get the needed equipment for their
next learning task and return it when finished
|
Roll call (if needed)
|
student keep their attendance in their
workbook. The steacher verifies it after each class
|
Task presentation
|
student read or view the task
presentation onformation as the begin each new task
|
Task structure
|
student set up new task according to the
direction in their workbook.
|
Assesment
|
student verify mastery of each task in
their workbook, some task can be self -checked, some can be partner-checked,
and some can be teacher checked.
|
Monitoring learning proses
|
student decide if they are doing fast
enough to complete the unit on time. The teacher monitors their progress
periodically by checking workbooks.
|
|
|
Menurut
Metzler (2000), penerapan yang baik pada model ini adalah sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Sedangkan untuk Paud dan
sekolah dasar diharapkan untuk tidak menggunakan model pembelajaran ini.
C.
Cooperative
Learning
Pembelajaran
cooperative merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa
berkerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama, Eggen &
Kauchak (dalam Yunyun dkk, 2013:63). Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar sama-sama,
siswa yang berbeda latar belakangnya.
Adapaun tujuan model
pembelajaran ini menurut Yunyun dkk (2013:70) adalah:
1) Untuk
lebih menyiapkan siswa dengan berbagai keterampilan baru agar dapat ikut
berpartisipasi dalam dunia yang selalu berubah dan terus berkembang.
2) Membentuk
kepribadian siswa agar dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan
berkejasama dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial. Tujuan ini
berhubungan dengan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kesadaran
dan keberagamaan sehingga dapat mewujudkan hubungan kerjasama dalam segala
bidang.
3) Mengajak
siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif karena dalam pembelajaran dengan
model kooperatif, siswa tidak hanya menerima pengetahuan dari guru tetapi siswa
juga menyusun pengetahuan yang terus menerus sehingga menempatkan siswa sebagai
siswa yang aktif.
4) Memantapkan
interaksi pribadi antara siswa, dan juga antara guru dengan siswa.
5) Mengajak
siswa untuk menemukan, membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
6) Meningkatkan
hasi belajar, meningkatkan hubungan antar kelompok, menerima teman yang
mengalami kendala dan meningkatkan self esteem.
Peran guru dalam model
ini menurut Jhonson and Holubec (dalam Metzler 2000:224) adalah:
1) Specify
the instructional objectives. Seorang guru harus lebih spesifik dalam
memberikan tugas. Isi dan criteria tugas harus benar-benar objective agar siswa
dapat berinteraksi dan berkerjasam dengan groupnya dengan baik.
2) Make
preinstructional decision. Sesorang guru harus benar-benar menyiapkan beberapa
tahapan atau rencana sebelum memulai model ini. Bagaimana cara berkerja sama
dalam kelompok, apa yg dinilai dalam model ini dan tujuan dalam model ini pun
harus benar diberikan pemahaman kepada siswa.
3) Communicate
task presentation and task structure. Harus ada keseimbangan antara jumlah
informasi yang didapatkan siswa terhadap tugas yang akan dikerjakannya. Siswa
harus mendapatkan informasi yang yang jelas untuk menyelesaikan tugasnya.
4) Set
the cooperative assignment in motion. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar da membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
5) Monitor
teh cooperative learning group and intervene a necessary. Seoramg guru harus
tetap memonitori bagaimana siswa berkerjasama dan berinteraksi dlaam
menyelesaikan tugas, hal ini dapat berupa catatan yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi.
6) Evaluate
learning and proccesing interaction. Peran guru dari model ini ialah melakukan
evaluasi diakhir pembelajaran.
Adapaun langkah-langkah
dalam model ini menurut Arends (1977) dalam (Yunyun dkk, 2013:78) adalah
1) Fase
1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2) Fase
2. Menyampaikan informasi
3) Fase
3. Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar
4) Fase
4. Membimbing kelompok berkerja dan belajar
5) Fase
5. Evaluasi
6) Fase
6. Memberikan penghargaan.
Kelebihan dan kelemahan
model ini menurut McCaslin and Good (dalam Metzler 2000:225) adalah sebagai
berikut:
Kelebihan:
-
Memungkinkan siswa untuk belajar diluar
sekolah.
-
Pengetahuan akan bertambah lebih baik
jika berkelompok.
-
Siswa belajar bagaimana pembagian tugas
atau jobdeskription
-
Siswa belajar bagaiman memanage
-
Siswa lebih bersosialisasi dan tidak
terisolasi.
-
Pemahaman siswa bertambah dari pemahaman
yg diapat dari diri sendiri dan didpat dari hasil kelompok
-
Siswa belajar dalam membuat pilahan dan
keputusan.
Kelemahan
-
Lebih menekankan pada produk bukan
proses.
-
Sering terjadi miskomunikasi antar
anggota kelompok
-
Sulit dalam membentuk kohesi, sehingga
tujuan pembelajaran pun akan lama.
-
Tujuan yang terlalu tinggi dapat
memberikan tekanan yang buruk bagin suatu kelompok
-
Kecemburuan antara si rajin dan si malas
D.
The
Sport Education Model
Sport education yang sebelumnya
diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop
(1995). Model ini bersumber pada Subject Mater, dengan berorientasi pada nilai
Disciplinary Mastery, dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization.
Model pendidikan olahraga sendiri menurut Yunyun dkk. (2013;113) yaitu “model
yang menganut sistem pendekatan yang bersifat tradisional, yang menekankan
pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar suatu cabang
olahraga. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan
bahwa olahraga merupakan salah materi penjas yang banyak digunakan oleh para
guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat
bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas tidak lengkap dan tidak sesuai
diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering
terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-tkenik olahraga dan
permainan, diikuti oleh peraturan-peraturan dan bermain dengan menggunakan
permainan yang sebenarnya seperti untuk orang dewasa atau untuk orang yang
sudah mahir.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Enam karakteristik model sport education menurut
Siedentop 1994 (dalam Metzler 2000:256)
1)
Musim
(season) merupakan salah satu karakteristik dari model sport
education yang di dalamnya terdiri dari musim latihan dan kompetisi serta
seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi. Dalam pendidikan jasmani pada
umumnya karakteristik ini jarang diperhatikan.
2) Afiliasi Anggota
team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa
harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai
anggota sampai satu musim selesai. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya
anggota tim berubah-ubah dari satu pertemuan ke pertemuan yang lainnya.
3)
Kompetisi
formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport
education. Kompetisi dalam model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival,
usaha meraih kompetensi, dan mengikuti pertandingan pada level yang berurutan.
pertama. Kompetisi formal dilakukan secara berselang-selang dengan latihan dan
format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tigas dan seterusnya
hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan siswa
4)
Puncak
pertandingan merupakan ciri khas dari even olahraga
untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri khas ini dijadikan
karakteristik ke empat dari model sport education. Dalam pendidikan jasmani
pada umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap siswa
belum tentu masuk anggota team sehingga sebagaian siswa merasa terabaikan.
5)
Catatan
hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport
education. Catatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan
masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya
disesuaikan dengan kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk
dijadikan feedback baik bagi individu maupun tim.
6)
Perayaan
hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari
model sport education. Perayaan hasil kompetisi seperti upacaya penyerahan
medali berguna untuk meningkatkan makna dari partisipasi dan merupakan aspek
sosial dari pengalaman yang dilakukan siswa.
Dalam model ini
olahraga yang dipilih berdasarkan berbagai macam alasan diantaranya adalah
tingkatan kelas, syarat-syarat mengikuti mata pelajaran, peralatan, fasilitas
dan ketertarikan serta nilai nilai yang diinginkan guru. Biasanya pemilihan
cabang olahraga dilakukan dengan cara keputusan bersama artinya bagaimana
keingingan siswa dan bagaimana keinginan guru agar terjadi interaksi yang baik.
Syarat
pendidikan olahraga berpartisipasi penuh selalu dikendalakan dengan kekurangan
waktu dan sarana prasarana. Tujuan dari model pembelajaran ini ialah memberikan
pengalama siswa untuk merasakan pengalaman dalam suatu olahraga dan mendapatkan
kegembiraan. Artinya seorang guru harus mampu memodifikasi bentuk-bentuk
olahraga, seperti peraturanya, jumlah pemainya, waktu atau durasi permainannya
dan sistem pertandingannya.
Adapun peran dan
tanggung jawab guru dan siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:272);
Operation or Responsibilty
|
who does it in PSI
|
Menentukan jenis olahraga
|
merupakan tugas guru atau berdasarkan
hasil dari pemilihan siswa.
|
mengorganisasi season
|
guru membuat dasar struktur nya,
selanjutnya siswa menentukan sendiri peraturan dan prosedurnya.
|
memilih peran team dan membentuk team
|
guru menjelaskan beberapa peraturan
dalam membentuk team dan captain, selanjutnya siswa menentukan sendiri
prosedurenya
|
mengorganisasi dan memimpin latihan
|
merupakan tugas guru dan captain team
|
mempersiapkan tim untuk kompetisi dan pelatihnya
selama permainan
|
merupakan tugas guru dan captain team
|
mengajarkan siswa akan tugas peranya
|
tugas guru
|
menyiapkan sarana dan prasarana team
|
siswa sebagai manager
|
mencatat skor dan catatan pertandingan
|
siswa sebagai manager
|
penilaian pembelajaran
|
siswa dan guru
|
official permainan
|
siswa sebagai wasit
|
|
|
Sedangkan peran
guru dan siswa dalam model ini menurut Yunyun dkk (2013:131) adalah :
a.
Peran guru dalam model pendidikan
olahraga
Guru memberikanj
informasi, mendemonstrasikan setiap keterampilan, memberikan evaluasi,
memberikan latihan-latihan gerak, mengecek bagaimana keterampilan siswa
b.
Peran siswa dalam model pendidikan
olahraga
c.
Menjalankan apa yang ditugaskan guru,
mempraktekan semua keterampilan yang telah dicontohkan oleh guru, siswa
melakukan kompetisi bersama teamnya, dan siswa berpartisipasi penuh dalam
kompetisi yang diselenggarakan.
E. Peer Teaching
Peer teaching
adalah model belajar dengan menggunakan suatu pendekatan dimana seorang anak
menjelaskan suatu materi kepada teman lainya yang rata-rata usianya sebaya,
dimana anak yang menjelaskan ini memiliki pengetahuan yang lebih dibanding
teman sebayanya. (Yunyun dkk, 2013:190). Metzler (2000:287) menambahkan bahwa
“... in this case student helping student to learn”. Masih Metzler (2000:190)
menambahkan “ peer teaching model obviously relies on strategies that use
student to teach other student and peer teaching is not the same as partner
learning, in which student are paired together for one or more learning
activities and learn side by side.” Artinya bahwa dalam peer teaching bukanlah
alat atau strategi yang menggunakan siswa untuk mengajarkan siswa lain, ataupun
bukan suatu kelompok belajar melainkan peer teaching adalah siswa membantu
siswa lainya dalam proses pembelajaran.
Tujuan dari
penerapan model ini menurut (Yunyun dkk, 2013:191) adalah
1)
Peer teaching or peer tutoring sangat
efektif untuk meningkatkan harga diri, pengembangan akademik dan sosial dan
meningkatkan keterampilan berfikir kritis
2)
Meningkatkan keseluruhan perilaku,
sikap, harga diri, komunikasi, keterampilan interpersonal dengan adanya saling
kerja sama dan terjadi perilaku sosial yang positif seperti adanya pujian dan
dorongan.
Sedangkan sintaks model pembelajaran peer teaching
ini adalah:
1)
Pada akhir suati bagian, misalnya akhir
tahun bab, siswa diberikan latihan yang berhubungan dengan materi yang telah
dibahas sebelumnya. Latihan ini harus dikerjakan oleh siswa diluar jadwal.
Materi pada latihan tersebut merupakan pertanyaan yang terstruktur dari
prosedur yang bersifat konseptual. Tujuan dari latihan ini adalah untuk
memfasilitasi pembelajaran dan tidak berhubungan dengan nilai. Siswa bebas un
tuk mengerjakanatau tidak mengerjakan latihan tersebut, siswa yang dapat
menyelesaikan latihan tersebut dan merasa percaya diri untuk menerangkan kepada
temanya dijadikan volunteer teacher.
2)
Guru kemudia mengadakan prepatory
meeting dengan tujuan untuk menyusun tim mengajar yang terdiri dari siswa yang
bersedia menjadi volunteer teacher kemudian mendiskusikan pertanyaan yang muncul
ketika latihan yang mereka kerjakan sebelumnya.
3)
Setelah semua pertanyaan didiskusikan,
seiswa dari teaching teams masing-masing membentuk suatu kelompok dari luar
teaching teams untuk dijadikan peer
4)
Siswa dari teaching teams bertindak
sebagai instruktur kepada anggotanya untuk menerangkan latihan yang telah
diberikan sebelumnya.
5)
Partisipasi student-student ataupun
teacher-student merupakan kegiatan yang bersifat optional dan tidak berhubungan
dengan nilai siswa. penilaian berasal dari individual assignment ataupun dari
hasil ujian.
Adapun peran dan
tanggungjawab guru serta siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:301)
adalah
Operation
or Responsibility
|
Who
does it in peer Teaching
|
Memulai Kelas
|
guru yang memulai pembelajaran
|
membawa perlatan kedalam kelas
|
guru yang membawa peralatan yang
dibutuhkan dalam kelas
|
membereskan dan mengembalikan perlatan
|
siswa dan siswa sebagai guru yang
bertanggungjawab atas alat2 yang sudah digunakanya
|
Roll call
|
peran guru
|
mempresentasikan bahan ajar
|
guru memberikan konsep kepada tutor lalu
tutor memberikan konsepnya terhadap siswa
|
struktrur tugas
|
guru menjelaskan struknya tugas kepada
tutor, selanjutnya tutor menjelaskan struktru tugasnya kepada siswa
|
pemberian intruksi
|
guru dan tutor
|
penilaian
|
guru menilai hasil pembelajaran,
sedangkan tutor menilai siswa
|
memantau jalanya pembelajaran
|
peran guru
|
|
|
F. Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri dalam
bahasa inggris (inquiry) bearrti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan.
Secara sederhana, inkuiri dapat diartikan sebagai pencarian kebenaran,
informasi atau pengetahuan atau juga dapat diartikan bahwa inkuiri adalah
mencari informasi dengan menyusun sejumlah pertanyaan. (Yunyun dkk, 2013:93).
Sedangkan Ellis (1997) dalam Yunyun dkk (2013:94) menambahkan bahwa inkuiri
adalah “the proccess of selecting, gathering, and processing data related to a
particular problem in order to make inferences from those data”. Maksudnya dari
penjelasan tersebut adalah bahwa inkuiri merupaka suatu proses menyeleksi,
mengumpulkan, dan memproses data yang berhubungan dengan suatu masalah tertentu
untuk menarik kesimpilan berdasarkan data-data tersebut.
Dari beberapa
pendapat tersebut maka dapat disimopulkan bahwa model inkuiri adalah model yang
menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa disamping itu juga pada
guru. Hal utama dalam model inkuiri adalah siswa didorong untuk terlibat secara
aktif dalam menyelesaikan suatu topik permasalahan sehingga sampai pada suatu
kesimpulan.
Karakteristik
model pembelajaran inkuiri Yunyun dkk (2013:96):
Karakteristik
model pembelajaran inkuiri adalah guru bukannya menunjukan dan menceritakan
pada siswa bagaimana untuk bergerak, tetapi guru menggunakan serangkaian
pertanyaan untuk memunculkan keterikatan siswa pada domain psikomotor dan
kognitif. Pada intinya, model pembelajaran inkuiri dalam pendidiakn jasmani
akan merangsang kognitif dan psikomotor siswa, karena siswa, karena siswa
dituntut untuk berfikir sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru,
kemudian mengekspresikan jawaban baik secara verbal ataupun melalui bebrapa
gerakan.
Adapun peran dan
tanggung jawab siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:329) adalah
Operation
or Responsibility
|
Who
does it in inquiry model
|
Memulai Kelas
|
guru yang memulai pembelajaran
|
membawa perlatan kedalam kelas
|
guru yang membawa peralatan yang
dibutuhkan dalam kelas
|
daftar isi bahan
|
guru yang menuntukan isi kognitif dan
movement problems untuk didiskusikan
|
mempresentasikan bahan ajar
|
guru memberikan presentasi berupa
gambaran tugas belajar atau gambaran masalah
|
struktrur tugas
|
guru biasanya membuat struktur tugas
sendiri, namun dapat juga siswa yang membuat kelompok sendiri
|
Content Progresion
|
guru memutus kan ketika kelas harus
berpindah ke tugas atau maslah lainya
|
penilaian
|
guru menilai pendapat dan feedback dari
siswa, sedangkan siswa dapat menilai kritik
dan jawaban dari siswa lainya
|
|
|
G.
Model pembelajaran Taktis (Tactical
Games Models)
Model pembelajaran
taktis ini merupakan model pembelajaran yang yang khusus untuk mengambangkan
kemampuan keterampilan siswa dan taktis siswa dalam permainan olahraga yang
mengarah pada permainan sebenarnya. Model ini juga menekankan pada pengembangan
pengetahuan taktikal yang memfasilitasi aplikasi keterampilan dalam permainan,
sehingga siswa dapat menerapkan kegiatan belajarnya disaat dibutuhkan. Pada
intinya adalah mengembangkan keterampilan dan taktis bermain secara
berkesinambungan.
Beberapa tahapan dalam
pengejaran menggunakan model taktis ini antaralain; tahapan pertaman adalah
pengantar permainan, termasuk klasifikasinya dan gambaran untuk bagaimana
permainan itu dimainkan. Tahapan kedua, melayani dan meyakinkan minat siswa
untuk bermain melalui pengajaran sejarah permainnanya dan kebiasan-kebiasaannya
yang sering terjadi. Tahapan ketiga, mengembangkan kesadaran taktikal siswa
dengan cara menyuguhkan maslaah-masalah utama taktis dalam permainan. Tahapan
keempat, menggunakan aktivitas belajar menyerupai permainan untuk membelajarkan
siswa mengenali kapan dan bagaimana menerapkan pengetahuan taktikal itu
dilakukan dalam permainan itu . Tahapan kelima, memulai kombinasi pengetahuan
taktikal dengan pelaksanaan keterampilan dalam aktivitas menyerupai permainan
itu. Tahaopan keenam, siswa mengembangkan kemampuan penampilan secara benar dan
tepat, berdasarkan kombinasi pengetahuan taktikal dan keterampilan.
Adapun peran dan
tanggung jawab siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:359) adalah
Operation
or Responsibility
|
Who
does it in inquiry model
|
Memulai Kelas
|
guru memulai kelas agak lama untuk
menyajikan tugas/taktik pertama
|
mempresentasikan bahan ajar
|
guru menyiapkan tugas, juga menyiapkan
media untuk menunjukan suatu taktik kepada siswa
|
menetapkan masalah taktis
|
guru merancang suasana belajar, kemudia
memberikan siswa tactical problem kepada siswa
|
memecahkan masalah taktis
|
siswa dapat berkerja sendiri atau
membentuk tim keciul untuk memecahkan maslaah
|
membereskan peralatan
|
seluruh siswa
|
menyusun tugas
|
siswa merancang tugasnya sendiri sesuai
dengan arahan guru
|
penilaian
|
merupakan peran guru
|
|
|
4. 2
(dua) model yang paling dipahami dan dikuasai:
A.
The
Sport Education Model
Sport education yang sebelumnya
diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop
(1995). Model ini bersumber pada Subject Mater, dengan berorientasi pada nilai
Disciplinary Mastery, dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization.
Model pendidikan olahraga sendiri menurut Yunyun dkk. (2013;113) yaitu “model
yang menganut sistem pendekatan yang bersifat tradisional, yang menekankan
pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar suatu cabang
olahraga. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan
bahwa olahraga merupakan salah materi penjas yang banyak digunakan oleh para
guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat
bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas tidak lengkap dan tidak sesuai
diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering
terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-tkenik olahraga dan
permainan, diikuti oleh peraturan-peraturan dan bermain dengan menggunakan
permainan yang sebenarnya seperti untuk orang dewasa atau untuk orang yang
sudah mahir.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Enam karakteristik model sport education menurut
Siedentop 1994 (dalam Metzler 2000:256)
7)
Musim
(season) merupakan salah satu karakteristik dari model sport
education yang di dalamnya terdiri dari musim latihan dan kompetisi serta
seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi. Dalam pendidikan jasmani pada
umumnya karakteristik ini jarang diperhatikan.
8) Afiliasi Anggota
team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa
harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai
anggota sampai satu musim selesai. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya
anggota tim berubah-ubah dari satu pertemuan ke pertemuan yang lainnya.
9)
Kompetisi
formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport
education. Kompetisi dalam model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival,
usaha meraih kompetensi, dan mengikuti pertandingan pada level yang berurutan.
pertama. Kompetisi formal dilakukan secara berselang-selang dengan latihan dan
format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tigas dan seterusnya
hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan siswa
10)
Puncak
pertandingan merupakan ciri khas dari even olahraga
untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri khas ini dijadikan
karakteristik ke empat dari model sport education. Dalam pendidikan jasmani
pada umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap siswa
belum tentu masuk anggota team sehingga sebagaian siswa merasa terabaikan.
11)
Catatan
hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport
education. Catatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan
masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya
disesuaikan dengan kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk
dijadikan feedback baik bagi individu maupun tim.
12)
Perayaan
hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari
model sport education. Perayaan hasil kompetisi seperti upacaya penyerahan
medali berguna untuk meningkatkan makna dari partisipasi dan merupakan aspek
sosial dari pengalaman yang dilakukan siswa.
Dalam model ini
olahraga yang dipilih berdasarkan berbagai macam alasan diantaranya adalah
tingkatan kelas, syarat-syarat mengikuti mata pelajaran, peralatan, fasilitas
dan ketertarikan serta nilai nilai yang diinginkan guru. Biasanya pemilihan
cabang olahraga dilakukan dengan cara keputusan bersama artinya bagaimana
keingingan siswa dan bagaimana keinginan guru agar terjadi interaksi yang baik.
Syarat
pendidikan olahraga berpartisipasi penuh selalu dikendalakan dengan kekurangan
waktu dan sarana prasarana. Tujuan dari model pembelajaran ini ialah memberikan
pengalama siswa untuk merasakan pengalaman dalam suatu olahraga dan mendapatkan
kegembiraan. Artinya seorang guru harus mampu memodifikasi bentuk-bentuk
olahraga, seperti peraturanya, jumlah pemainya, waktu atau durasi permainannya
dan sistem pertandingannya.
Adapun peran dan
tanggung jawab guru dan siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:272);
Operation or Responsibilty
|
who does it in PSI
|
Menentukan jenis olahraga
|
merupakan tugas guru atau berdasarkan
hasil dari pemilihan siswa.
|
mengorganisasi season
|
guru membuat dasar struktur nya,
selanjutnya siswa menentukan sendiri peraturan dan prosedurnya.
|
memilih peran team dan membentuk team
|
guru menjelaskan beberapa peraturan
dalam membentuk team dan captain, selanjutnya siswa menentukan sendiri
prosedurenya
|
mengorganisasi dan memimpin latihan
|
merupakan tugas guru dan captain team
|
mempersiapkan tim untuk kompetisi dan
pelatihnya selama permainan
|
merupakan tugas guru dan captain team
|
mengajarkan siswa akan tugas peranya
|
tugas guru
|
menyiapkan sarana dan prasarana team
|
siswa sebagai manager
|
mencatat skor dan catatan pertandingan
|
siswa sebagai manager
|
penilaian pembelajaran
|
siswa dan guru
|
official permainan
|
siswa sebagai wasit
|
|
|
Sedangkan peran
guru dan siswa dalam model ini menurut Yunyun dkk (2013:131) adalah :
d.
Peran guru dalam model pendidikan
olahraga
Guru memberikanj
informasi, mendemonstrasikan setiap keterampilan, memberikan evaluasi,
memberikan latihan-latihan gerak, mengecek bagaimana keterampilan siswa
e.
Peran siswa dalam model pendidikan
olahraga
f.
Menjalankan apa yang ditugaskan guru,
mempraktekan semua keterampilan yang telah dicontohkan oleh guru, siswa
melakukan kompetisi bersama teamnya, dan siswa berpartisipasi penuh dalam
kompetisi yang diselenggarakan.
B.
The
Sport Education Model
Sport education yang sebelumnya
diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop
(1995). Model ini bersumber pada Subject Mater, dengan berorientasi pada nilai
Disciplinary Mastery, dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization.
Model pendidikan olahraga sendiri menurut Yunyun dkk. (2013;113) yaitu “model
yang menganut sistem pendekatan yang bersifat tradisional, yang menekankan
pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar suatu cabang
olahraga. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan
bahwa olahraga merupakan salah materi penjas yang banyak digunakan oleh para
guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat
bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas tidak lengkap dan tidak sesuai
diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering
terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-tkenik olahraga dan
permainan, diikuti oleh peraturan-peraturan dan bermain dengan menggunakan
permainan yang sebenarnya seperti untuk orang dewasa atau untuk orang yang
sudah mahir.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Enam karakteristik model sport education menurut
Siedentop 1994 (dalam Metzler 2000:256)
13)
Musim
(season) merupakan salah satu karakteristik dari model sport
education yang di dalamnya terdiri dari musim latihan dan kompetisi serta
seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi. Dalam pendidikan jasmani pada
umumnya karakteristik ini jarang diperhatikan.
14) Afiliasi Anggota
team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa
harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai
anggota sampai satu musim selesai. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya
anggota tim berubah-ubah dari satu pertemuan ke pertemuan yang lainnya.
15)
Kompetisi
formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport
education. Kompetisi dalam model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival,
usaha meraih kompetensi, dan mengikuti pertandingan pada level yang berurutan.
pertama. Kompetisi formal dilakukan secara berselang-selang dengan latihan dan
format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tigas dan seterusnya
hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan siswa
16)
Puncak
pertandingan merupakan ciri khas dari even olahraga
untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri khas ini dijadikan karakteristik
ke empat dari model sport education. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya,
pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap siswa belum tentu masuk
anggota team sehingga sebagaian siswa merasa terabaikan.
17)
Catatan
hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport
education. Catatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan
masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya
disesuaikan dengan kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk
dijadikan feedback baik bagi individu maupun tim.
18)
Perayaan
hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari
model sport education. Perayaan hasil kompetisi seperti upacaya penyerahan
medali berguna untuk meningkatkan makna dari partisipasi dan merupakan aspek
sosial dari pengalaman yang dilakukan siswa.
Dalam model ini
olahraga yang dipilih berdasarkan berbagai macam alasan diantaranya adalah
tingkatan kelas, syarat-syarat mengikuti mata pelajaran, peralatan, fasilitas
dan ketertarikan serta nilai nilai yang diinginkan guru. Biasanya pemilihan
cabang olahraga dilakukan dengan cara keputusan bersama artinya bagaimana
keingingan siswa dan bagaimana keinginan guru agar terjadi interaksi yang baik.
Syarat
pendidikan olahraga berpartisipasi penuh selalu dikendalakan dengan kekurangan
waktu dan sarana prasarana. Tujuan dari model pembelajaran ini ialah memberikan
pengalama siswa untuk merasakan pengalaman dalam suatu olahraga dan mendapatkan
kegembiraan. Artinya seorang guru harus mampu memodifikasi bentuk-bentuk
olahraga, seperti peraturanya, jumlah pemainya, waktu atau durasi permainannya
dan sistem pertandingannya.
Adapun peran dan
tanggung jawab guru dan siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:272);
Operation or Responsibilty
|
who does it in PSI
|
Menentukan jenis olahraga
|
merupakan tugas guru atau berdasarkan
hasil dari pemilihan siswa.
|
mengorganisasi season
|
guru membuat dasar struktur nya,
selanjutnya siswa menentukan sendiri peraturan dan prosedurnya.
|
memilih peran team dan membentuk team
|
guru menjelaskan beberapa peraturan
dalam membentuk team dan captain, selanjutnya siswa menentukan sendiri
prosedurenya
|
mengorganisasi dan memimpin latihan
|
merupakan tugas guru dan captain team
|
mempersiapkan tim untuk kompetisi dan
pelatihnya selama permainan
|
merupakan tugas guru dan captain team
|
mengajarkan siswa akan tugas peranya
|
tugas guru
|
menyiapkan sarana dan prasarana team
|
siswa sebagai manager
|
mencatat skor dan catatan pertandingan
|
siswa sebagai manager
|
penilaian pembelajaran
|
siswa dan guru
|
official permainan
|
siswa sebagai wasit
|
|
|
Sedangkan peran
guru dan siswa dalam model ini menurut Yunyun dkk (2013:131) adalah :
g.
Peran guru dalam model pendidikan
olahraga
Guru memberikanj
informasi, mendemonstrasikan setiap keterampilan, memberikan evaluasi,
memberikan latihan-latihan gerak, mengecek bagaimana keterampilan siswa
h.
Peran siswa dalam model pendidikan
olahraga
i.
Menjalankan apa yang ditugaskan guru,
mempraktekan semua keterampilan yang telah dicontohkan oleh guru, siswa
melakukan kompetisi bersama teamnya, dan siswa berpartisipasi penuh dalam
kompetisi yang diselenggarakan.
Daftar Pustaka
Yunyun dkk.
2013. Model-model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Universitas Pendidikan
Indonesia: FPOK
Metzler W. Michael.
2000. Intructional Model for Physical Education. Allyn and Bacon Co, United
State of America
Tidak ada komentar:
Posting Komentar