Translate

Rabu, 15 Januari 2014

Model Model Pembelajaran Penjas




1.        Model mengajar adalah
Pengertia model menurut Fred Percipal (dalam Yunyun dkk, 2013:4) mengatakan bahwa “model is a physical or conceptual representation of an object or system, incorporating certain specisic features of the original.” Maksudnya dari pernyataan tersebut, model adalah suatu penyajian fisik atau konseptual dari suatu objek atau system yang mengkombinasikan/ menyatukan bagian-bagian khusus tertentu dari objek aslinya. Sedangkan Briggs (dalam Yunyun dkk, 2013:5) mengatakan bahwa model adalah “seperangkat prosedur yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian kebutuhan, pemilihan media, dan evaluasi. Sedangkan mengajar adalah suatu perbuatan yang kompleks untuk menyampaikan pesan belajar.
Dalam konteks pembelajaran, model adalah suatu penyajian fisik atau konseptual dari sistem pembelajaran, serta berupaya menjelaskan keterkaitan berbagai komponen sistem pembelajaran ke dalam suatu pola/kerangka pemikiran yang disajikan secara utuh. (Yunyun dkk, 2013:6).
Berdasarkan hal diatas maka dapat disimpulkan bahwa model mengajar adalah  suatu system yang berisikan prosedur-prosedur seperti penilaian, pemilihan media dan evaluasi yang dikaitkan terhadap sistem pembelajaran.

2.        Pentignya Model mengajar
Model digunakan untuk dapat membantu memperjelas prosedur hubungan, serta keseluruhan dari apa yang didesain. Menurut Joyce dan Weil (dalam Yunyun dkk, 2013:6), ada beberapa kegunaan dari model, antara lain:
a.       Memperjelas hubungan fungsional di antara berbagai komponen, unsur atau elemen sistem tertentu.
b.      Prosedure yang akan ditempuh dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan dapat diidentifikasi secara tepat.
c.       Dengan adanya model maka berbagai kegiatan yang dicakupnya dapat dikendalikan.
d.      Model akan mempermudah para administratir untu mengidentifikasikan komponen, elemen yang mengalami hambatan, jika kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan tidak efektif dan tidak produktif.
e.       Mengidentifikasi secara tepat cara-cara untuk mengadakan perubahan jika terdapat ketidaksesuaian dari apa yang telah dirumuskan.
f.       Dengan menggunakan model, guru dapat menyusun tugas-tugas belajar siswa menjadi suatu keseluruhan yang terpadu.

3.        Model Mengajar khusus untuk Penjas menurut Metzler
A.    Direct Instruction
Metzler (2000) mengatakan “direct Instruction is characterized by decidedly teacher-centered decision and teacher directed engagement patterns for learners.” Artinya model ini merupakan suatu model yang bersifat teacher-centered, artinya dalam PBM segala keputusan, naik penyampaian informasi dan materi secara langsung diberikan oleh guru.
Karakteristik model pembelajaran ini menurut Slavin (dalam Yunyun dkk, 2013:46) adalah
1)      Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. dalam fase ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan.
2)      Mereviu pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam fase ini guru mengajukan pertanyaan untuk mencangkup pengatahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa.
3)      Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi. Menyajikan informasi, memberikan contoh-contioh mendemonstrasikan konsep dan sebagainya.
4)      Melaksanakan bimbingan, dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi keslahan konsep.
5)      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam fase ini, guru memberikan kesempatan atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok.
6)      Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu terhadap hal-hal yang telah dilakukan siswa, memberuikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan.
7)      Memberikan latihan mandiri. Dalam fase ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada sisea untuk meningkatkan pemahamannya kepada materi yang telah mereka pelajari.
Sedangkan peran guru dalam model ini menurut Djamarah (dalam Yunyun dkk, 2013:49) mengatakan bahwa peran guru dalam pembelajaran langsung adalah “kreator, inspirator, informatory, organisator, motivator, inisiator, fasilitator, pembimbing, pengelola kelas, mediator supervisor”. Selain itu menurut Yunyun dkk, (2013:48) peran guru dalam proses pembelajaran langsung adalah:
a)      Sebagai manusia nara sumber
b)      Menjelaskan tujuan pembelajaran
c)      Mendemonstrasikan keterampilan ataumenyajikan informasi secara bertahap.
d)     Memberi latihan terbimbimbing
e)      Mengecek kemampuan siswa dan memberi umpan balik
f)       Menyiapkan latihan untuk siswa
Peran siswa dalam model pembelajaran langsung menurut Yunyun dkk (2013:49) adalah sebagai berikut:
a)     Siswa hanya mendengarkan ceramah/pelajaran oleh guru(penerima informasi.
b)   Siswa menyampaikan pendapat dalam/dengan diskusi
c)    Siswa aktif saat guru memberi kesempatan seperti menjawab pertanyaan guru.
d)   Siswa mengerjakan semua aktivitas yang diperintahkan oleh guru.
e)    Siswa sebagai objek penyampai informasi
f)    Siswa mampu mengaplikasikan informasi yang didapat.
Langkah-langkah model pembelajaran ini menurut Rosenshine (dalam Metzler 2000:163) adalah :
1)      Revieuw previously learned material, pada fase ini biasanya guru berperan dalam menjelaskan TPK, materi prasyarat, memotivasi siswa dan mempersiapkan siswa.
2)      Presenting new content skill, pada fase ini guru berperan dalam mendemostrasikan keterampilan atau menyajikan informasi tahap demi tahap.
3)      Initial student practice, pada fase ini guru memberikan latihan terbimbing.
4)      Feedback and correctives, pada fase ini seorang guru berperan dalam mengecek kemampuan siswa seperti memberi kuis dan memberi umpan balik seperti membuka diskusi untuk siswa.
5)      Independent practice, pada fase ini guru berperan dalam mempersiapkan latihan untuk siswa dengan menerapkan konsep yang dipelajari pada kehidupan sehari-hari.

B.     Model Pembelajaran Personal
Model pembelajaran personal menurut Yunyun dkk (2013:165) adalah “model pembejaran yang menekankan pada pengembangan konsep diri setiap individu. Hal ini meliputi pengembangan proses individu dan membangun serta mengorganisir didrinya sendiri. Model pembelajaran memfokuskan pada konsep diri yang kuat dan realistis untuk membantu membangun hubungan yang produktif dengan orang lain dan lingkungannya”. Pembelajaran secara personal adalah kegiatan  mengajar guru yang menitik beratkan pada bantuan dan bimbingan belajar kepada masing-masing individu. Ciri-ciri dari pembelajaran personal dapat ditinjau dari segi:
1)      Tujuan pembelajaran
2)      Siswa sebagai subjek yang belajar
3)      Guru sebagai pembelajaran
4)      Program pembelajaran
5)      Orientasi dan tekanan utama dalam pelaksanaan pembelajaran
Dalam model pembelajaran ini terdapat beberpa strategi pembelajaran diantaranya pengajaran tidak langsung, pelatihan kesadaran, sinektik, system konseptual, dan pertemuan kelas.
1)      Pengajaran non directif. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membentuk kemampuan dan perkembangan pribadi yakni kesadaran diri(self awarenes), pemahaman (understanding), otonomi, dan konsep diri self concept).
2)      Latihan kesadaran. Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan self eksploration and self awareness. Titik beratnya pada perkembangan interpersonal awareness and understanding and body and sensory awareness.
3)      Model pembelajaran pertemuan kelas. Model pembelajaran ini bertujuan untuk membangun suatu kelompom sosial yang saling menyayangi, saling menghargai, mempunyai disiplin diri, dan komitmen untuk berprilaku positif.

Adapun peran dan responsibility guru dan siswa dalam model ini menurut metzler (2000) adalah sebagai berikut:
Operation or Responsibilty
who does it in PSI
starting class
each student starts topractice when he/she arrives. There is no teacher-led starting procedure
Bringing equipment to class
the teacher check to see what tasks will be practiced in class and brings the needed equipment
Dispersing and returning equpment
student get the needed equipment for their next learning task and return it when finished
Roll call (if needed)
student keep their attendance in their workbook. The steacher verifies it after each class
Task presentation
student read or view the task presentation onformation as the begin each new task
Task structure
student set up new task according to the direction in their workbook.
Assesment
student verify mastery of each task in their workbook, some task can be self -checked, some can be partner-checked, and some can be teacher checked.
Monitoring learning proses
student decide if they are doing fast enough to complete the unit on time. The teacher monitors their progress periodically by checking workbooks.


           
Menurut Metzler (2000), penerapan yang baik pada model ini adalah sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Sedangkan untuk Paud dan sekolah dasar diharapkan untuk tidak menggunakan model pembelajaran ini.



C.    Cooperative Learning
Pembelajaran cooperative merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa berkerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama, Eggen & Kauchak (dalam Yunyun dkk, 2013:63). Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi dan belajar sama-sama, siswa yang berbeda latar belakangnya.
Adapaun tujuan model pembelajaran ini menurut Yunyun dkk (2013:70) adalah:
1)      Untuk lebih menyiapkan siswa dengan berbagai keterampilan baru agar dapat ikut berpartisipasi dalam dunia yang selalu berubah dan terus berkembang.
2)      Membentuk kepribadian siswa agar dapat mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan berkejasama dengan orang lain dalam berbagai situasi sosial. Tujuan ini berhubungan dengan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kesadaran dan keberagamaan sehingga dapat mewujudkan hubungan kerjasama dalam segala bidang.
3)      Mengajak siswa untuk membangun pengetahuan secara aktif karena dalam pembelajaran dengan model kooperatif, siswa tidak hanya menerima pengetahuan dari guru tetapi siswa juga menyusun pengetahuan yang terus menerus sehingga menempatkan siswa sebagai siswa yang aktif.
4)      Memantapkan interaksi pribadi antara siswa, dan juga antara guru dengan siswa.
5)      Mengajak siswa untuk menemukan, membentuk dan mengembangkan pengetahuan.
6)      Meningkatkan hasi belajar, meningkatkan hubungan antar kelompok, menerima teman yang mengalami kendala dan meningkatkan self esteem.

Peran guru dalam model ini menurut Jhonson and Holubec (dalam Metzler 2000:224) adalah:
1)      Specify the instructional objectives. Seorang guru harus lebih spesifik dalam memberikan tugas. Isi dan criteria tugas harus benar-benar objective agar siswa dapat berinteraksi dan berkerjasam dengan groupnya dengan baik.
2)      Make preinstructional decision. Sesorang guru harus benar-benar menyiapkan beberapa tahapan atau rencana sebelum memulai model ini. Bagaimana cara berkerja sama dalam kelompok, apa yg dinilai dalam model ini dan tujuan dalam model ini pun harus benar diberikan pemahaman kepada siswa.
3)      Communicate task presentation and task structure. Harus ada keseimbangan antara jumlah informasi yang didapatkan siswa terhadap tugas yang akan dikerjakannya. Siswa harus mendapatkan informasi yang yang jelas untuk menyelesaikan tugasnya.
4)      Set the cooperative assignment in motion. Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar da membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
5)      Monitor teh cooperative learning group and intervene a necessary. Seoramg guru harus tetap memonitori bagaimana siswa berkerjasama dan berinteraksi dlaam menyelesaikan tugas, hal ini dapat berupa catatan yang dapat digunakan untuk mengevaluasi.
6)      Evaluate learning and proccesing interaction. Peran guru dari model ini ialah melakukan evaluasi diakhir pembelajaran.


Adapaun langkah-langkah dalam model ini menurut Arends (1977) dalam (Yunyun dkk, 2013:78) adalah
1)      Fase 1. Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
2)      Fase 2. Menyampaikan informasi
3)      Fase 3. Mengorganisasikan siswa kedalam kelompok belajar
4)      Fase 4. Membimbing kelompok berkerja dan belajar
5)      Fase 5. Evaluasi
6)      Fase 6. Memberikan penghargaan.

Kelebihan dan kelemahan model ini menurut McCaslin and Good (dalam Metzler 2000:225) adalah sebagai berikut:
Kelebihan:
-          Memungkinkan siswa untuk belajar diluar sekolah.
-          Pengetahuan akan bertambah lebih baik jika berkelompok.
-          Siswa belajar bagaimana pembagian tugas atau jobdeskription
-          Siswa belajar bagaiman memanage
-          Siswa lebih bersosialisasi dan tidak terisolasi.
-          Pemahaman siswa bertambah dari pemahaman yg diapat dari diri sendiri dan didpat dari hasil kelompok
-          Siswa belajar dalam membuat pilahan dan keputusan.
Kelemahan
-          Lebih menekankan pada produk bukan proses.
-          Sering terjadi miskomunikasi antar anggota kelompok
-          Sulit dalam membentuk kohesi, sehingga tujuan pembelajaran pun akan lama.
-          Tujuan yang terlalu tinggi dapat memberikan tekanan yang buruk bagin suatu kelompok
-          Kecemburuan antara si rajin dan si malas

D.    The Sport Education Model
Sport education yang sebelumnya diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini bersumber pada Subject Mater, dengan berorientasi pada nilai Disciplinary Mastery, dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Model pendidikan olahraga sendiri menurut Yunyun dkk. (2013;113) yaitu “model yang menganut sistem pendekatan yang bersifat tradisional, yang menekankan pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar suatu cabang olahraga. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah materi penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-tkenik olahraga dan permainan, diikuti oleh peraturan-peraturan dan bermain dengan menggunakan permainan yang sebenarnya seperti untuk orang dewasa atau untuk orang yang sudah mahir.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Enam karakteristik model sport education menurut Siedentop 1994 (dalam Metzler 2000:256)
1)      Musim (season) merupakan salah satu karakteristik dari model sport education yang di dalamnya terdiri dari musim latihan dan kompetisi serta seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya karakteristik ini jarang diperhatikan.
2)      Afiliasi Anggota team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai anggota sampai satu musim selesai. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya anggota tim berubah-ubah dari satu pertemuan ke pertemuan yang lainnya.
3)      Kompetisi formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport education. Kompetisi dalam model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival, usaha meraih kompetensi, dan mengikuti pertandingan pada level yang berurutan. pertama. Kompetisi formal dilakukan secara berselang-selang dengan latihan dan format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tigas dan seterusnya hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan siswa
4)      Puncak pertandingan merupakan ciri khas dari even olahraga untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri khas ini dijadikan karakteristik ke empat dari model sport education. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap siswa belum tentu masuk anggota team sehingga sebagaian siswa merasa terabaikan.
5)      Catatan hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport education. Catatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya disesuaikan dengan kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk dijadikan feedback baik bagi individu maupun tim.
6)      Perayaan hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari model sport education. Perayaan hasil kompetisi seperti upacaya penyerahan medali berguna untuk meningkatkan makna dari partisipasi dan merupakan aspek sosial dari pengalaman yang dilakukan siswa.

Dalam model ini olahraga yang dipilih berdasarkan berbagai macam alasan diantaranya adalah tingkatan kelas, syarat-syarat mengikuti mata pelajaran, peralatan, fasilitas dan ketertarikan serta nilai nilai yang diinginkan guru. Biasanya pemilihan cabang olahraga dilakukan dengan cara keputusan bersama artinya bagaimana keingingan siswa dan bagaimana keinginan guru agar terjadi interaksi yang baik.
Syarat pendidikan olahraga berpartisipasi penuh selalu dikendalakan dengan kekurangan waktu dan sarana prasarana. Tujuan dari model pembelajaran ini ialah memberikan pengalama siswa untuk merasakan pengalaman dalam suatu olahraga dan mendapatkan kegembiraan. Artinya seorang guru harus mampu memodifikasi bentuk-bentuk olahraga, seperti peraturanya, jumlah pemainya, waktu atau durasi permainannya dan sistem pertandingannya.

Adapun peran dan tanggung jawab guru dan siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:272);
Operation or Responsibilty
who does it in PSI
Menentukan jenis olahraga
merupakan tugas guru atau berdasarkan hasil dari pemilihan siswa.
mengorganisasi season
guru membuat dasar struktur nya, selanjutnya siswa menentukan sendiri peraturan dan prosedurnya.
memilih peran team dan membentuk team
guru menjelaskan beberapa peraturan dalam membentuk team dan captain, selanjutnya siswa menentukan sendiri prosedurenya
mengorganisasi dan memimpin latihan
merupakan tugas guru dan captain team
mempersiapkan tim untuk kompetisi dan pelatihnya selama permainan
merupakan tugas guru dan captain team
mengajarkan siswa akan tugas peranya
tugas guru
menyiapkan sarana dan prasarana team
siswa sebagai manager
mencatat skor dan catatan pertandingan
siswa sebagai manager
penilaian pembelajaran
siswa dan guru
official permainan
siswa sebagai wasit



Sedangkan peran guru dan siswa dalam model ini menurut Yunyun dkk (2013:131) adalah :
a.       Peran guru dalam model pendidikan olahraga
Guru memberikanj informasi, mendemonstrasikan setiap keterampilan, memberikan evaluasi, memberikan latihan-latihan gerak, mengecek bagaimana keterampilan siswa
b.      Peran siswa dalam model pendidikan olahraga
c.       Menjalankan apa yang ditugaskan guru, mempraktekan semua keterampilan yang telah dicontohkan oleh guru, siswa melakukan kompetisi bersama teamnya, dan siswa berpartisipasi penuh dalam kompetisi yang diselenggarakan.

E.     Peer Teaching
Peer teaching adalah model belajar dengan menggunakan suatu pendekatan dimana seorang anak menjelaskan suatu materi kepada teman lainya yang rata-rata usianya sebaya, dimana anak yang menjelaskan ini memiliki pengetahuan yang lebih dibanding teman sebayanya. (Yunyun dkk, 2013:190). Metzler (2000:287) menambahkan bahwa “... in this case student helping student to learn”. Masih Metzler (2000:190) menambahkan “ peer teaching model obviously relies on strategies that use student to teach other student and peer teaching is not the same as partner learning, in which student are paired together for one or more learning activities and learn side by side.” Artinya bahwa dalam peer teaching bukanlah alat atau strategi yang menggunakan siswa untuk mengajarkan siswa lain, ataupun bukan suatu kelompok belajar melainkan peer teaching adalah siswa membantu siswa lainya dalam proses pembelajaran.
Tujuan dari penerapan model ini menurut (Yunyun dkk, 2013:191) adalah
1)      Peer teaching or peer tutoring sangat efektif untuk meningkatkan harga diri, pengembangan akademik dan sosial dan meningkatkan keterampilan berfikir kritis
2)      Meningkatkan keseluruhan perilaku, sikap, harga diri, komunikasi, keterampilan interpersonal dengan adanya saling kerja sama dan terjadi perilaku sosial yang positif seperti adanya pujian dan dorongan.
Sedangkan sintaks model pembelajaran peer teaching ini adalah:
1)      Pada akhir suati bagian, misalnya akhir tahun bab, siswa diberikan latihan yang berhubungan dengan materi yang telah dibahas sebelumnya. Latihan ini harus dikerjakan oleh siswa diluar jadwal. Materi pada latihan tersebut merupakan pertanyaan yang terstruktur dari prosedur yang bersifat konseptual. Tujuan dari latihan ini adalah untuk memfasilitasi pembelajaran dan tidak berhubungan dengan nilai. Siswa bebas un tuk mengerjakanatau tidak mengerjakan latihan tersebut, siswa yang dapat menyelesaikan latihan tersebut dan merasa percaya diri untuk menerangkan kepada temanya dijadikan volunteer teacher.
2)      Guru kemudia mengadakan prepatory meeting dengan tujuan untuk menyusun tim mengajar yang terdiri dari siswa yang bersedia menjadi volunteer teacher kemudian mendiskusikan pertanyaan yang muncul ketika latihan yang mereka kerjakan sebelumnya.
3)      Setelah semua pertanyaan didiskusikan, seiswa dari teaching teams masing-masing membentuk suatu kelompok dari luar teaching teams untuk dijadikan peer
4)      Siswa dari teaching teams bertindak sebagai instruktur kepada anggotanya untuk menerangkan latihan yang telah diberikan sebelumnya.
5)      Partisipasi student-student ataupun teacher-student merupakan kegiatan yang bersifat optional dan tidak berhubungan dengan nilai siswa. penilaian berasal dari individual assignment ataupun dari hasil ujian.

Adapun peran dan tanggungjawab guru serta siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:301) adalah
Operation or Responsibility
Who does it  in peer Teaching
Memulai Kelas
guru yang memulai pembelajaran
membawa perlatan kedalam kelas
guru yang membawa peralatan yang dibutuhkan dalam kelas
membereskan dan mengembalikan perlatan
siswa dan siswa sebagai guru yang bertanggungjawab atas alat2 yang sudah digunakanya
Roll call
peran guru
mempresentasikan bahan ajar
guru memberikan konsep kepada tutor lalu tutor memberikan konsepnya terhadap siswa
struktrur tugas
guru menjelaskan struknya tugas kepada tutor, selanjutnya tutor menjelaskan struktru tugasnya kepada siswa
pemberian intruksi
guru dan tutor
penilaian
guru menilai hasil pembelajaran, sedangkan tutor menilai siswa
memantau jalanya pembelajaran
peran guru



F.     Model Pembelajaran Inkuiri
Inkuiri dalam bahasa inggris (inquiry) bearrti pertanyaan, atau pemeriksaan, penyelidikan. Secara sederhana, inkuiri dapat diartikan sebagai pencarian kebenaran, informasi atau pengetahuan atau juga dapat diartikan bahwa inkuiri adalah mencari informasi dengan menyusun sejumlah pertanyaan. (Yunyun dkk, 2013:93). Sedangkan Ellis (1997) dalam Yunyun dkk (2013:94) menambahkan bahwa inkuiri adalah “the proccess of selecting, gathering, and processing data related to a particular problem in order to make inferences from those data”. Maksudnya dari penjelasan tersebut adalah bahwa inkuiri merupaka suatu proses menyeleksi, mengumpulkan, dan memproses data yang berhubungan dengan suatu masalah tertentu untuk menarik kesimpilan berdasarkan data-data tersebut.
Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimopulkan bahwa model inkuiri adalah model yang menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa disamping itu juga pada guru. Hal utama dalam model inkuiri adalah siswa didorong untuk terlibat secara aktif dalam menyelesaikan suatu topik permasalahan sehingga sampai pada suatu kesimpulan.
Karakteristik model pembelajaran inkuiri Yunyun dkk (2013:96):
Karakteristik model pembelajaran inkuiri adalah guru bukannya menunjukan dan menceritakan pada siswa bagaimana untuk bergerak, tetapi guru menggunakan serangkaian pertanyaan untuk memunculkan keterikatan siswa pada domain psikomotor dan kognitif. Pada intinya, model pembelajaran inkuiri dalam pendidiakn jasmani akan merangsang kognitif dan psikomotor siswa, karena siswa, karena siswa dituntut untuk berfikir sebelum menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru, kemudian mengekspresikan jawaban baik secara verbal ataupun melalui bebrapa gerakan.



Adapun peran dan tanggung jawab siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:329) adalah
Operation or Responsibility
Who does it  in inquiry model
Memulai Kelas
guru yang memulai pembelajaran
membawa perlatan kedalam kelas
guru yang membawa peralatan yang dibutuhkan dalam kelas
daftar isi bahan
guru yang menuntukan isi kognitif dan movement problems untuk didiskusikan
mempresentasikan bahan ajar
guru memberikan presentasi berupa gambaran tugas belajar atau gambaran masalah
struktrur tugas
guru biasanya membuat struktur tugas sendiri, namun dapat juga siswa yang membuat kelompok sendiri
Content Progresion
guru memutus kan ketika kelas harus berpindah ke tugas atau maslah lainya
penilaian
guru menilai pendapat dan feedback dari siswa, sedangkan siswa dapat menilai kritik  dan jawaban dari siswa lainya



G.    Model pembelajaran Taktis (Tactical Games Models)
Model pembelajaran taktis ini merupakan model pembelajaran yang yang khusus untuk mengambangkan kemampuan keterampilan siswa dan taktis siswa dalam permainan olahraga yang mengarah pada permainan sebenarnya. Model ini juga menekankan pada pengembangan pengetahuan taktikal yang memfasilitasi aplikasi keterampilan dalam permainan, sehingga siswa dapat menerapkan kegiatan belajarnya disaat dibutuhkan. Pada intinya adalah mengembangkan keterampilan dan taktis bermain secara berkesinambungan.
Beberapa tahapan dalam pengejaran menggunakan model taktis ini antaralain; tahapan pertaman adalah pengantar permainan, termasuk klasifikasinya dan gambaran untuk bagaimana permainan itu dimainkan. Tahapan kedua, melayani dan meyakinkan minat siswa untuk bermain melalui pengajaran sejarah permainnanya dan kebiasan-kebiasaannya yang sering terjadi. Tahapan ketiga, mengembangkan kesadaran taktikal siswa dengan cara menyuguhkan maslaah-masalah utama taktis dalam permainan. Tahapan keempat, menggunakan aktivitas belajar menyerupai permainan untuk membelajarkan siswa mengenali kapan dan bagaimana menerapkan pengetahuan taktikal itu dilakukan dalam permainan itu . Tahapan kelima, memulai kombinasi pengetahuan taktikal dengan pelaksanaan keterampilan dalam aktivitas menyerupai permainan itu. Tahaopan keenam, siswa mengembangkan kemampuan penampilan secara benar dan tepat, berdasarkan kombinasi pengetahuan taktikal dan keterampilan.
Adapun peran dan tanggung jawab siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:359) adalah
Operation or Responsibility
Who does it  in inquiry model
Memulai Kelas
guru memulai kelas agak lama untuk menyajikan tugas/taktik pertama
mempresentasikan bahan ajar
guru menyiapkan tugas, juga menyiapkan media untuk menunjukan suatu taktik kepada siswa
menetapkan masalah taktis
guru merancang suasana belajar, kemudia memberikan siswa tactical problem kepada siswa
memecahkan masalah taktis
siswa dapat berkerja sendiri atau membentuk tim keciul untuk memecahkan maslaah
membereskan peralatan
seluruh siswa
menyusun tugas
siswa merancang tugasnya sendiri sesuai dengan arahan guru
penilaian
merupakan peran guru



4.      2 (dua) model yang paling dipahami dan dikuasai:
A.    The Sport Education Model
Sport education yang sebelumnya diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini bersumber pada Subject Mater, dengan berorientasi pada nilai Disciplinary Mastery, dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Model pendidikan olahraga sendiri menurut Yunyun dkk. (2013;113) yaitu “model yang menganut sistem pendekatan yang bersifat tradisional, yang menekankan pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar suatu cabang olahraga. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah materi penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-tkenik olahraga dan permainan, diikuti oleh peraturan-peraturan dan bermain dengan menggunakan permainan yang sebenarnya seperti untuk orang dewasa atau untuk orang yang sudah mahir.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Enam karakteristik model sport education menurut Siedentop 1994 (dalam Metzler 2000:256)
7)      Musim (season) merupakan salah satu karakteristik dari model sport education yang di dalamnya terdiri dari musim latihan dan kompetisi serta seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya karakteristik ini jarang diperhatikan.
8)      Afiliasi Anggota team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai anggota sampai satu musim selesai. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya anggota tim berubah-ubah dari satu pertemuan ke pertemuan yang lainnya.
9)      Kompetisi formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport education. Kompetisi dalam model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival, usaha meraih kompetensi, dan mengikuti pertandingan pada level yang berurutan. pertama. Kompetisi formal dilakukan secara berselang-selang dengan latihan dan format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tigas dan seterusnya hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan siswa
10)  Puncak pertandingan merupakan ciri khas dari even olahraga untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri khas ini dijadikan karakteristik ke empat dari model sport education. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap siswa belum tentu masuk anggota team sehingga sebagaian siswa merasa terabaikan.
11)  Catatan hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport education. Catatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya disesuaikan dengan kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk dijadikan feedback baik bagi individu maupun tim.
12)  Perayaan hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari model sport education. Perayaan hasil kompetisi seperti upacaya penyerahan medali berguna untuk meningkatkan makna dari partisipasi dan merupakan aspek sosial dari pengalaman yang dilakukan siswa.

Dalam model ini olahraga yang dipilih berdasarkan berbagai macam alasan diantaranya adalah tingkatan kelas, syarat-syarat mengikuti mata pelajaran, peralatan, fasilitas dan ketertarikan serta nilai nilai yang diinginkan guru. Biasanya pemilihan cabang olahraga dilakukan dengan cara keputusan bersama artinya bagaimana keingingan siswa dan bagaimana keinginan guru agar terjadi interaksi yang baik.
Syarat pendidikan olahraga berpartisipasi penuh selalu dikendalakan dengan kekurangan waktu dan sarana prasarana. Tujuan dari model pembelajaran ini ialah memberikan pengalama siswa untuk merasakan pengalaman dalam suatu olahraga dan mendapatkan kegembiraan. Artinya seorang guru harus mampu memodifikasi bentuk-bentuk olahraga, seperti peraturanya, jumlah pemainya, waktu atau durasi permainannya dan sistem pertandingannya.

Adapun peran dan tanggung jawab guru dan siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:272);
Operation or Responsibilty
who does it in PSI
Menentukan jenis olahraga
merupakan tugas guru atau berdasarkan hasil dari pemilihan siswa.
mengorganisasi season
guru membuat dasar struktur nya, selanjutnya siswa menentukan sendiri peraturan dan prosedurnya.
memilih peran team dan membentuk team
guru menjelaskan beberapa peraturan dalam membentuk team dan captain, selanjutnya siswa menentukan sendiri prosedurenya
mengorganisasi dan memimpin latihan
merupakan tugas guru dan captain team
mempersiapkan tim untuk kompetisi dan pelatihnya selama permainan
merupakan tugas guru dan captain team
mengajarkan siswa akan tugas peranya
tugas guru
menyiapkan sarana dan prasarana team
siswa sebagai manager
mencatat skor dan catatan pertandingan
siswa sebagai manager
penilaian pembelajaran
siswa dan guru
official permainan
siswa sebagai wasit



Sedangkan peran guru dan siswa dalam model ini menurut Yunyun dkk (2013:131) adalah :
d.      Peran guru dalam model pendidikan olahraga
Guru memberikanj informasi, mendemonstrasikan setiap keterampilan, memberikan evaluasi, memberikan latihan-latihan gerak, mengecek bagaimana keterampilan siswa
e.       Peran siswa dalam model pendidikan olahraga
f.       Menjalankan apa yang ditugaskan guru, mempraktekan semua keterampilan yang telah dicontohkan oleh guru, siswa melakukan kompetisi bersama teamnya, dan siswa berpartisipasi penuh dalam kompetisi yang diselenggarakan.

B.     The Sport Education Model
Sport education yang sebelumnya diberi nama play education (Jewett dan Bain 1985) dikembangkan oleh Siedentop (1995). Model ini bersumber pada Subject Mater, dengan berorientasi pada nilai Disciplinary Mastery, dan merujuk pada model kurikulum Sport Socialization. Model pendidikan olahraga sendiri menurut Yunyun dkk. (2013;113) yaitu “model yang menganut sistem pendekatan yang bersifat tradisional, yang menekankan pengajaran hanya pada penguasaan keterampilan atau teknik dasar suatu cabang olahraga. Inspirasi yang melandasi munculnya model ini terkait dengan kenyataan bahwa olahraga merupakan salah materi penjas yang banyak digunakan oleh para guru penjas dan siswapun senang melakukannya, namun di sisi lain ia melihat bahwa pembelajaran olahraga dalam konteks penjas tidak lengkap dan tidak sesuai diberikan kepada siswa karena nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sering terabaikan. Para guru lebih senang mengajarkan teknik-tkenik olahraga dan permainan, diikuti oleh peraturan-peraturan dan bermain dengan menggunakan permainan yang sebenarnya seperti untuk orang dewasa atau untuk orang yang sudah mahir.aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
 Hal ini dianggapnya tidak sesuai dengan konsep “developmentally appropriate practices”. Bahkan dalam kenyataannya pun, untuk sebagian besar siswa cara seperti ini kurang menyenangkan dan kurang melibatkan siswa secara aktif karena kemampuannya yang belum memadai.Model sport education diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan pembelajaran yang selama ini sering dilakukan oleh para guru penjas.
Enam karakteristik model sport education menurut Siedentop 1994 (dalam Metzler 2000:256)
13)  Musim (season) merupakan salah satu karakteristik dari model sport education yang di dalamnya terdiri dari musim latihan dan kompetisi serta seringkali diakhiri dengan puncak kompetisi. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya karakteristik ini jarang diperhatikan.
14)  Afiliasi Anggota team merupakan karakteristik kedua dari model sport education. Semua siswa harus menjadi salah satu anggota dari team olahraga dan akan tetap sebagai anggota sampai satu musim selesai. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya anggota tim berubah-ubah dari satu pertemuan ke pertemuan yang lainnya.
15)  Kompetisi formal merupakan karakteristik ke tiga dari model sport education. Kompetisi dalam model ini mengandung tiga arti, yaitu: festival, usaha meraih kompetensi, dan mengikuti pertandingan pada level yang berurutan. pertama. Kompetisi formal dilakukan secara berselang-selang dengan latihan dan format yang berbeda-beda: misal dua lawan dua, tiga lawan tigas dan seterusnya hingga pada tingkatan yang sesuai dengan kemampuan siswa
16)  Puncak pertandingan merupakan ciri khas dari even olahraga untuk mencari siapa yang terbaik pada musim itu, dan ciri khas ini dijadikan karakteristik ke empat dari model sport education. Dalam pendidikan jasmani pada umumnya, pertandingan seperti ini sering dilakukan, namun setiap siswa belum tentu masuk anggota team sehingga sebagaian siswa merasa terabaikan.
17)  Catatan hasil merupakan karakteristik ke lima dari model sport education. Catatan ini dilakukan dalam berbagai bentuk, dari mulai dai catatan masuk goal, tendangan ke goal, curang, kesalahan-kesalahan, dan sebagainya disesuaikan dengan kemampuan siswa. Catatan ini dilakukan siswa dan guru untuk dijadikan feedback baik bagi individu maupun tim.
18)  Perayaan hasil kompetisi merupakan karakteristik ke enam dari model sport education. Perayaan hasil kompetisi seperti upacaya penyerahan medali berguna untuk meningkatkan makna dari partisipasi dan merupakan aspek sosial dari pengalaman yang dilakukan siswa.

Dalam model ini olahraga yang dipilih berdasarkan berbagai macam alasan diantaranya adalah tingkatan kelas, syarat-syarat mengikuti mata pelajaran, peralatan, fasilitas dan ketertarikan serta nilai nilai yang diinginkan guru. Biasanya pemilihan cabang olahraga dilakukan dengan cara keputusan bersama artinya bagaimana keingingan siswa dan bagaimana keinginan guru agar terjadi interaksi yang baik.
Syarat pendidikan olahraga berpartisipasi penuh selalu dikendalakan dengan kekurangan waktu dan sarana prasarana. Tujuan dari model pembelajaran ini ialah memberikan pengalama siswa untuk merasakan pengalaman dalam suatu olahraga dan mendapatkan kegembiraan. Artinya seorang guru harus mampu memodifikasi bentuk-bentuk olahraga, seperti peraturanya, jumlah pemainya, waktu atau durasi permainannya dan sistem pertandingannya.

Adapun peran dan tanggung jawab guru dan siswa dalam model ini menurut Metzler (2000:272);
Operation or Responsibilty
who does it in PSI
Menentukan jenis olahraga
merupakan tugas guru atau berdasarkan hasil dari pemilihan siswa.
mengorganisasi season
guru membuat dasar struktur nya, selanjutnya siswa menentukan sendiri peraturan dan prosedurnya.
memilih peran team dan membentuk team
guru menjelaskan beberapa peraturan dalam membentuk team dan captain, selanjutnya siswa menentukan sendiri prosedurenya
mengorganisasi dan memimpin latihan
merupakan tugas guru dan captain team
mempersiapkan tim untuk kompetisi dan pelatihnya selama permainan
merupakan tugas guru dan captain team
mengajarkan siswa akan tugas peranya
tugas guru
menyiapkan sarana dan prasarana team
siswa sebagai manager
mencatat skor dan catatan pertandingan
siswa sebagai manager
penilaian pembelajaran
siswa dan guru
official permainan
siswa sebagai wasit



Sedangkan peran guru dan siswa dalam model ini menurut Yunyun dkk (2013:131) adalah :
g.      Peran guru dalam model pendidikan olahraga
Guru memberikanj informasi, mendemonstrasikan setiap keterampilan, memberikan evaluasi, memberikan latihan-latihan gerak, mengecek bagaimana keterampilan siswa
h.      Peran siswa dalam model pendidikan olahraga
i.        Menjalankan apa yang ditugaskan guru, mempraktekan semua keterampilan yang telah dicontohkan oleh guru, siswa melakukan kompetisi bersama teamnya, dan siswa berpartisipasi penuh dalam kompetisi yang diselenggarakan.

Daftar Pustaka

Yunyun dkk. 2013. Model-model Pembelajaran Pendidikan Jasmani. Universitas Pendidikan Indonesia: FPOK
Metzler W. Michael. 2000. Intructional Model for Physical Education. Allyn and Bacon Co, United State of America

















Tidak ada komentar:

Posting Komentar